Oleh: Yoan S Nugraha
Jika diumpamakan Melayu itu buah, bukanlah kapasitas saya untuk mengupasnya. Begitu juga jika Melayu diibaratkan setangguk perahu, maka saya bukanlah juga yang akan mendayungnya. Sebab saya hanyalah pengunyah buah yang ranum itu dan atawa sebagai penumpang dalam menyeberang ke ujung muara.
Tapi entah mengapa, kata Melayu senantiasa mengusik hidup dan kehidupan, seperti gaung bebunian yang mengaung tiada berkesudah di gunung terlarang. Nyatanya sememang melayu itu adalah darah, adalah daging saya dan kita-kita juga yang berpijak pada tanah yang sama, tanah melayu. Suka tidak suka, mau atawapun enggan, hingga setakat ini kita masih menyabung talian nyawa dan mengais rezeki di bumi melayu.
Jika di renung dalam kajian, istilah melayu itu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui tulisan Cina yang menyebutnya dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan itu disebutkan  bahwa Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa barang hasil bumi untuk dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, kata melayu menjadi nama sebuah kerajaan dewasa itu. Banyak pertelingkahan, dan ragam tanya, dimanakah kerajaan yang bernama Melayu itu. Tapi banyak yang berpendapat, kerajaan itu berada di puncak sebuah bukit yang bernama Siguntang.
Dari kaji renung itulah, saya mulai bertelingkah, sebenarnya melayu itu apa? Kerajaankah dia, ras atawa lebih spesifik lagi adalah nama untuk suatu bentuk talian DNA? Atawa apa?. Ternyata istilah melayu banyak ragamnya. Seorang cendekiawan Melayu bernama Burhanuddin Elhulaimy dalam bukunya Asas Falsafah Kebangsaan Melayu, yang terbit tahun 1950, mencatat beberapa istilah kata tersebut. Kata dia, ada pendapat yang mengatakan kata melayu berasal dari kata Mala (mula) dan Yu (negeri) seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti negeri Ciangga yang pernah juga disebutkan dalam buku yang berjudul 2 mata bola di balik istana Melayu. Konon negeri Ciangga itu tidak jauh dari Tumasik yang dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Raja Suran. Tapi apalah nyana, pendapat ini bias jika dihubungkan dengan cerita rakyat Melayu yang ada.
Jika merujuk dari bahasa Tamil, kata Melayu diartikan sebagai bukit atawa gunung, sementara di sisi lain kata Malayu juga berarti Hujan. Kalau yang ini cukupl berkesesuaian karena negeri-negeri orang Melayu pada awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam Sejarah Melayu, Bukit Siguntang itu. Fakta lainnya juga menyebutkan bahwa bukit yang terkenal itu sebagai negeri yang banyak mendapat hujan, karena terletak antara dua benua, yaitu Asia dan Australia.
Dari berjumput-jumput ungkap kata dan keterangan yang termaktub tetap saja, saya masih belum mendapatkan apa sebenarnya Melayu itu. Pertanyaan ini terus bersandar pada labuhan yang cukup panjang hingga akhirnya bersangat juga pada sebuah jawaban yang mampu membuat kepala terangguk-anggung macam pungguk.
Jawaban itu adalah pepaduan dari 2 kata yang seharusnya terpisah, tapi ini disatukan, namanya Jantungmelayu dan bukan Jantung Melayu. Entah apa maksudnya disatukan sedemikan itu, janganlah tanya ke saya, tapi mari kita cari jawabannya dengan seksama pula.
Bisa jadi, menyatukan jantungmelayu bermakna persebatian atawa penyatuan, bukankah jantung adalah satu-satunya komponen makhluk di muka bumi ini untuk hidup, terlebih lagi bagi manusia. Oh iya… faktanya sememangnyalah demikian, manusia bisa hidup dengan 1 ginjal, separuh paru-paru, atawa lumpuh otak. Tetapi niscaya manusia bisa hidup tanpa jantung. Lebih takjubnya lagi perihal jantung yang hanya sebesar 2 tangan yang Saling berjabat itu bukan terletak kepada kemampuan berdenyut 72 kali per menit atawa sekitar 100.000 kali dalam sehari, bukan itu. tapi  jantung sudah berdenyut sejak empat minggu setelah pembuahan, dan terus melakukan denyutan hingga seseorang meninggal. Dengan kata lain, jantung adalah organ pertama yang diciptakan dan dihidupkan Tuhan setelah berubah dari segumpal daging hasil paduan Nutfah dan Zarah itu.
Jantungmelayu adalah jawaban untuk sesiapa saja yang merancukan kemelayuan, atawa untuk orang yang menyimpan runsing serupa saya dalam penggalan awal cakap-cakap kita di atas. Jikalau sedemikian adanya, lantas ada apa di jantung melayu itu? Dalam konsep kekinian, jantungmelayu tidaklah berbentuk daging, tapi tetap dengan cara kerja yang sama dengan jantung-jantung lainnya, yakni memompa kehidupan agar paru-paru bisa bernafas dan otak bisa berpikir. Lebih dari itu, kemampuan jantungmelayu juga mampu menggerakkan kita-kita yang ternyata adalah melayu itu sendiri untuk terus bergerak dan hidup di tubuh dunia.
Fakta lain juga menyebutkan bahwa Jantung pada bayi memiliki jumlah sel yang sama seperti jantung orang dewasa, tapi ukurannya hanya satu per enambelas kali dari jantung orang dewasa. Maka jawaban yang sama juga untuk jantungmelayu. Tidak percaya? Sila kunjungi laman jantungmelayu (pakai dotcom) di sebarang mesin pencarian saudara sekalian, percayalah degupnya berbeda, desirnya juga tak sama. Yang jelas mampu memberikan persebatian antara hidup dan kehidupan, seperti menemukan sesuatu dalam pencarian yang panjang, atau kawah kesegaran dalam bentangan gurun pasir, tapi bukan fatamorgana, dia tersangat nyata.***