VISI Gubernur Nurdin Basirun yang hendak menjadikan Provinsi Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu perlu mendapat sokongan dari banyak pihak. Termasuk dari lembaga legislatif melalui kerja-kerja legislasi daerah. Pada 2017 ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepri telah mengusulkan program perancangan peraturan daerah mengenai muatan lokal untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah.
Wakil Ketua II DPRD Kepri, Husnizar Hood mengatakan, peraturan daerah tentang muatan lokal ini tergolong perda inisiatif. Artinya diusulkan untuk dibahas dan dirancang pada tahun ini berdasarkan masukan DPRD Kepri.
“Jangan mau kalah dengan Provinsi Riau. Di sana sudah ada delapan buku muatan lokal yang diajarkan di sekolah. Di Semarang lebih banyak lagi, sudah ada 14 buku. Masakan iya, Kepri yang mendaku Bunda Tanah Melayu ini tak punya satu pun buku muatan lokal,” kata Husnizar, kemarin.
Fakta ini tentu amat mencengangkan. Lebih-lebih jika mengingat bahwasanya episentrum kebudayaan Melayu itu pernah ada dan besar di Kepulauan Riau, dan sudah pasti bukan di Pekanbaru. Sehingga bagi Husnizar, tidak boleh tidak, bahwasanya 2017 ini kerja perancangan peraturan daerah tentang muatan lokal perlu digesa. Lantaran tanpa payung hukum yang sah, susah bagi sekolah untuk mengajarkan nilai-nilai muatan lokal karena tidak ada aturan yang mengaturnya.
“Perda ini nanti yang akan jadi payung hukum. Sehingga nanti ketika buku-buku teks yang sudah tersedia bisa lekas didistribusikan ke sekolah dan diajarkan,” kata politisi yang juga Ketua Dewan Kesenian Kepri ini.
Dalam penyusunan rancangan peraturan daerah tentang muatan lokal, DPRD Kepri akan bersinergi dengan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pihak perguruan tinggi yang akan melakukan kajian aplikasi penerapan nilai-nilai muatan lokal agar bisa ditransformasikan menjadi buku teks ajar di sekolah-sekolah.
Setidaknya akan ada lima pokok bidang yang akan dimasukkan daftat rancangan buku teks ajar muatan lokal di sekolah. Mulai dari Sejarah Kepulauan Riau, Gurindam Dua Belas sebagai Budi Pekerti, Arab Melayu, Sastra Melayu, dan Adat Istiadat Melayu. Lima topik ini masing-masing akan dibuat satu buku khusus teks ajar yang akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang disasar.
“Selama ini kan yang ada anak-anak di sekolah cuma diajarkan bagaimana kalau nak kawin, tapi tidak diajarkan mengenai adat-istiadat secara Melayu. Itu baru satu contoh kecil saja,” ujar Husnizar.
Karena rancangan peraturan daerah ini dinilai dapat mendukung pencapaian visi kepala daerah, Husnizar optimistis bisa lekas disahkan tahun ini. Soal nanti siapa yang menyusun naskah akademis, kata dia, itu bisa melibatkan banyak pihak profesional dari lintas latar belakang.
“Kalau mau membangun Kepri sebagai Bunda Tanah Melayu, tentu harus dimulai juga dari sekolah-sekolah. Jangan hanya orang tua saja yang paham, tapi anak-anak mudanya tidak,” pungkas Husnizar. (redaksi JM)