JANTUNGMELAYU — Ketua Rukun Khazanah Warisan Batam (RKWB), Machmur Ismail, menegaskan Rencana Badan Pengusahaan (BP) Batam menerbitkan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) untuk kampung tua tidak akan mendapat dukungan masyarakat. Malah, seluruh warga yang bermukim di titik-titik kampung tua di Batam sepakat menolak membayar sewa untuk lahan yang mereka tempati.
“sangat jelas apa yang kami tuntut sejak awal. Menolak UWTO!,” tegasnya.
Menurut Machmur, masyarakat memiliki landasan hukum menolak UWTO di kampung tua. Sebab berdasarkan Dasar Maklumat Kampung Tua 22 Maret 2010 ke-2, Presiden Indonesia melalui Mensekneg Nomor B2593/Kemensetneg/D-3/DM.05/05/2015 sudah tertera komitmen bahwa masyarakat kampung tua tidak bayar UWTO. Mereka hanya wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Masyarakat kampung tua sudah lama berada di pulau ini, bahkan sebelum Otorita Batam (OB) yang kini berubah jadi BP Batam berdiri. Dan selama ini, masyarakat kampung tua sudah cukup kooperatif,” ujarnya.
Bahkan, saking kooperatifnya, sudah ada tiga titik kampung tua dihapuskan. Pertama, Sungaikasam karena dijadikan PLTU Tanjungkasam. Kemudian Ketapang ditenggelamkan untuk dijadikan Dam Tembesi. Dan kampung tua Patam yang direlokasi sekitar dua kilometer dari tempat semula.
Machmur mewakili masyarakat kampung tua meminta BP Batam agar berbaik hati dan bijaksana terhadap kampung tua.
“Perlu diketahui, kampung tua jangan dipandang hanya dari sisi ekonomis. Didalamnya terdapat banyak warisan budaya dan tapak sejarah perjalanan Pulau Batam hingga ke saat ini. Kampung tua adalah jati diri. Terlebih total luasnya hanya sekitar 3 persen dari luas Batam. Lebih baik BP Batam mengalah saja,” imbuhnya.
Apapun ceritanya, Machmur satu suara dengan seluruh warga 36 titik kampung tua di Batam, bahwa sampai kapanpun menolak UWTO.
Kepala Seksi Pengalokasian Wilayah III BP Batam, Irfan Syakir Widyasa mengatakan BP Batam akan segera menetapkan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam mengenai tarif UWTO untuk seluruh kampung tua yang ada di Batam. Perka tersebut masih dalam tahap pembahasan dengan para tokoh kampung tua.
Menurutnya, sudah ada tiga atau empat kali pembahasan dimana warga kampung tua meminta agar tarif dibuat berbeda dengan tarif UWTO normal. Pada Perka Nomor 1 Tahun 2017, tarif untuk kampung tua disamakan dengan tarif perumahan tapak.
“Sudah ada beberapa titik kampung tua yang bayar UWTO seperti Bengkong Sadai. Kampung tua itu disebut cagar budaya yang berdiri di atas lahan milik pemerintah,” ujarnya.*** (Redaksi)