silsilah keturunan-dok.Rendra untuk Jantung Melayu

 

Tuah Bugis di Negeri Melayu tak pernah bisa dipungkiri, bahkan berabad-abad sehingga hari ini pengaruh Bugis pada tamadun Melayu sungguh sangat kuat, baik di semenanjung Melayu di Malaysia dan juga beberapa daerah Melayu di Kepulauan Riau atau bahkan nusantara.

Berawal dari sebuah mimpi seorang anak bangsawan Bugis yang bernama Daeng Menambun, percaya atau tidak mimpi Daeng Menambun telah menjadi sinyal kejayaan Bugis di Tanah Melayu.  Dalam Salasilah Melayu Bugis yang diusahakan oleh Mohd. Yusuf Md Nor (2016)  diceritakan bahwa suatu ketika Daeng Menambun telah bermimpi bahwa syahwatnya Daeng Chelak menjulur ke laut menjadi naga dan kepala naga tersebut menghadap sebelah barat.

Maksud sebelah barat ini adalah sebelah barat dari wilayah Makassar hari ini. Sehingga di dalam Salasilah Melayu Bugis diceritakan bahwa atas dasar mimpi ini, maka Opu Daeng Rilaka membawa kelima anaknya yaitu Daeng Kemasi, Daeng Perani, Daeng Marewah, Daeng Chelak, dan Daeng Menambun berkelana ke wilayah barat mengarungi samudra melintasi wilayah Betawi, Siantan, Melaka, hingga ke Riau (Kepulauan Riau).

Mungkin mimpi Daeng Menambun itu membawa suatu tanda keberuntungan bagi Opu Daing Rilaka dan kelima anaknya di wilayah Barat atau di Tanah Melayu. Beberapa kesempatan mendapatkan kekuasaan selalu mendapatkan tempat yang sangat mudah dari penguasa lokal. dalam Salasilah Melayu Bugis (2016) juga diceritakan bahwa peran Opu Lima Bersaudara yang paling fenomenal adalah ketika membantu Tengku Sulaiman yang kemudian menjadi Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah melawan Raja Kecik yang dalam beberapa catatan baik dalam Salasilah Melayu Bugis dan juga Tuhfat Al Nafis, mengaku sebagai anak dari Sultan Mahmud Mangkat Dijulang Johor yang tewas akibat pembunuhan terhadap sultan oleh Laksamana Megat Sri Rama.

Raja Kecik yang mengaku sah sebagai penerus Sultan Mahmud Mangkat Dijulang berusaha merebut kembali Kerajaan Johor yang kepemimpinannya sudah ditangan Sultan Abdul Jalil atau Bendahara Abdul Jalil tatkala Sultan Mahmud Mangkat Dijulang berkuasa. Peperangan antara Tengku Sulaiman dan Raja Kecil tak dapat dielakkan. Sebagaimana bunyi Syair Permata Melayu Yang Hilang (Tun Suzana dalam Zuradi, 2013) yang berbunyi demikian,

 

Tengku Sulaiman mendapat fikiran

            Opu bersaudara diberi jemputan

            Ambil kembali Johor yang ditahan

            Raja Kecil harap usirkan

 

            Opu berlima saudara sedarah

            Handal berkeris amat terserlah

            Hulubalang setia, lalu dikerah

            Raja Kecil mesti disesah

 

            Perseteruan Tengku Sulaiman didukung Opu Bersaudara dengan Raja Kecik akhirnya membawa kemenangan kepada Tengku Sulaiman dan Opu Bersaudara. Atas jasa Opu Lima Bersaudara maka terjadilah kontrak politik antara Melayu dan Bugis yang diikat dengan Sumpah Setia Melayu Bugis yang terjadi pertama kali pada tahun 1722 dan diangkatnya Daeng Marewah sebagai Yang Dipertuan Muda Johor Riau Lingga Pertama (Zuraidi, 2013)

Mimpi Daeng Menambun yang mengisyaratkan syahwat Daeng Chelak menjadi naga dan mengarah ke arah barat tampaknya membawa tuah tersendiri. Persetiaan Melayu Bugis diucapkan kedua kalinya pada tahun 1728 dan dilantiknya Daeng Chelak sebagai Yang Dipertuan Muda II, tak hanya itu setelah Opu Lima Bersaudara menjadi bagian menjadi Kesultanan Melayu Riau Lingga Johor Pahang, maka Opu Lima Bersaudara juga dinikahkan dengan adik Tengku Sulaiman, salah satunya adalah Daeng Chelak dan Tengku Mandak.

Isyarat mimpi Daeng Menambun tampaknya semakin jelas menunjukkan bahwa keturunan Opu Lima Bersaudara ini akan gemilang di wilayah barat sebagaimana isyarat naga yang mengarah ke barat dalam mimpi Daeng Menambun. Kegemilangan Daeng Chelak dan keturunannya pun dimulai. Daeng Chelak dan Tengku Mandak memiliki keturunan yang sangat gemilang dan berpengaruh dalam perpolitikan Kesultanan Johor Riau Lingga. Boleh dikatakan Daeng Chelak adalah leluhur yang paling awal menurunkan trah Melayu Bugis yang bergelar Raja. Salah satu putera Daeng Chelak yang paling fenomenal adalah Raja Haji, si Raja Api Fisabilillah.

Seorang Yang Dipertuan Muda yang sangat berpengaruh dalam Perang Riau dan sempat membuat kompeni Holanda berpikir keras untuk mengalahkannya. Sosok yang menjadi tauladan baik dari sisi intelektualitas dan juga sisi ketaqwaannya yang kemudian darinya lahir nantinya seorang cucu yang menjadi pujangga berkelas dunia dan ulama yaitu Raja Ali Haji bin Raja Ahmad Bin Raja Haji Fisabilillah Bin Daeng Chelak.

Tuah Daeng Chelak tak hanya itu, dari anaknya yang satu ini, boleh dikatakan Daeng Chelak adalah leluhur atau nenek moyang Kesultanan Selangor Malaysia yang saat ini masih memiliki kedaulatan sebagai salah satu wilayah kerajaan di Negara Malaysia.  Raja Lumu bin Opu Daeng Chelak dalam Kitab Salasilah Keturunan Sultan, Waris dan Kerabat Diraja Selangor yang telah tersusun dan tercetak secara lux tahun 2012, dinyatakan sebagai Sultan Pertama Kesultanan Negeri Selangor yang sampai saat ini masih bertahan. Raja Lumu menjadi Sultan Selangor pertama dengan Gelar Sultan Salehuddin sejak tahun 1766 (Kitab Salasilah Keturunan Sultan, Waris dan Kerabat Diraja Selangor, 2012).

            Keterlibatan Raja Lumu di Selangor bermula ketika turut serta ayahndanya Daeng Chelak ke Perak berperang dengan Sultan Muzaffar Shah pada tahun 1742. Kemudian sejarah mencatat pada tahun 1756, Raja Lumu Bin Opu Daeng Chelak atau Daeng Pali Ibni Opu Tenriborog Daeng Rilaka telah diiktirafkan sebagai Pemerintah Selangor, namun pada saat itu belum kokoh sepenuhnya karena Johor masih mengakui Selangor di bawah kekuasaannya.

Demi mendapatkan kedaulatan penuh maka Raja Lumu mendapatkan keiktifaran dari Kesultanan Perak dan pada tahun 1766 resmilah Raja Lumu dinobatkan dan mendapat kedaulatan dari Sultan Mahmud atau Raja Kimas dan resmi menjadi sultan dengan nama Sultan Salehuddin (Kitab Salasilah Keturunan Sultan, Waris dan Kerabat Diraja Selangor, 2012). Dari keturunan Sultan Salehuddin atau Raja Lumu ini lahir Sultan Ibrahim (Sultan Selangor II-1782-1826), Sultan Muhammad (Sultan Selangor III-1826-1857), Sultan Sir Abdul Samad (Sultan Selangor IV-1857-1898) dan seterusnya hingga sampai hari ini tahta dan darah Daeng Chelak masih kuat mengalir dalam tubuh Sultan Sharafuddin Idris Shah Al-Haj Sultan Selangor IX yang berkuasa sejak tahun 2001 hingga saat ini (Kitab Salasilah Keturunan Sultan, Waris dan Kerabat Diraja Selangor, 2012).

Dari catatan Kitab Salasilah Keturunan Sultan, Waris dan Kerabat Diraja Selangor secara umum telah memberikan sebuah deskripsi kepada kita semua, bahwa darah Bugis hingga saat ini bagaimanapun jua masih melekat dalam darah para penguasa Kesultanan Selangor. Tuah panjang Daeng Chelak telah membawa perjalanan kekuasaan yang panjang hingga ke hari ini. Sebuah metahistoria, andai Daeng Menambun bermimpi lain, baik bisa dipercaya atau tidak, yang membawa Opu Lima Bersaudara termasuk Daeng Chelak di wilayah Barat, atau andai Daeng Chelak tidak ke wilayah Barat, atau andai Opu Lima Bersaudara tidak bertemu dengan Tengku Sulaiman dan Raja Kecik, andai Sultan Mahmud Mangkat Dijulang tidak dibunuh oleh Megat Sri Rama, tentu Raja Lumu dan juga Raja Haji tidak kita kenal sampai saat ini, entah lain jua sejarah Melayu termasuk sejarah Selangor.

Namun sejarah telah berlaku, tuah mimpi Daeng Menambun dan tuah Daeng Chelak telah membawa sejarah panjang kekuasaan, khususnya Kesultanan Selangor yang masih berkuasa dengan daulatnya di Negara Malaysia. Bagaimanapun Daeng Chelak adalah nenek moyang kesultanan tersebut yang patut dingat sepanjang masa.

 

Artikel SebelumGemerlap Blantika Musik Pulau Penyengat Abad 19 (6): “Brass Band”, Begitu Media Singapura Menamai Band Pertama dalam Sejarah Musik Kepri itu…
Artikel BerikutJangan Usik ‘Melayu’ Wai…!!!

1 KOMENTAR

  1. Naskah pembanding tentang sejarah Opu Lima bisa dicermati pada silsilah (stamboom) yang ditulis pada bulan januari 1955 oleh T.J. Willer, Residen Belanda yang dimuat dalam buku Bleeker et.al (1855) dalam Tidschrift voor Indische Tall Land en Volkenkunde pada halaman 411 dengan sub-judul “Stamboom der onderkoningen van Riouw”. Susunan silsilah dimulai dari yang paling atas adalah Raja Bone (Koning van Boni) lalu tingkatan berikutnya turun ke anak-anaknya yaitu Raja Bone (Koning van Bone) dan Upu Prins van Bone (Pangeran Bone) yang kemudian turun ke level berikutnya adalah Daeng Marewa sebagai Yang Dipertuan Muda Riau I (paling kiri), lalu Daeng Parani (di tengah) dan Daeng Pali sebagai Yang Dipertuan Muda II (paling kanan). Generasi berikutnya adalah anak daeri Daeng Parani yaitu Daeng Kamboja sebagai Yang Dipertuan Muda Riau III, kemudian anak dari Daeng Pali yaitu Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV lalu kembali ke anak Daeng Kamboja yakni Raja Ali sebagai Yang Dipertuan Muda Riau V. Setelah ini, keturunan Daeng Pali yang lanjut meneruskan trah Bugis Bone di Kerajaan Lingga Riau. Dalam buku Belanda lainnya tahun 1870 disebut nama Daeng Cella’ (Chelak) sebagai nama lain dari Daeng Pali. Baca lengkapnya di https://www.sapripamulu.com/2020/08/jejak-raja-bone-di-kerajaan-riau-lingga.html

Tinggalkan Balasan