SEBAGAI sebuah kesenian panggung, tak dapat disangkal Makyong hadir seolah kesenian wayang orang yang sudah ribuan tahun eksis di peradaban Cina. Kendati sama-sama menghadirkan aksi watak peran, Sejarawan Kepri, Aswandi Syahri menolak bersepakat bila Makyong disebut mengekor wayang orang.
“Kalau disebut pengaruh itu pasti. Dari pengaruh itu juga timbul akulturasi,” jelasnya.
Bentuk peleburan budaya ini bisa diejawantahkan melalui kehadiran tokoh Apek di sebuah episode Makyong. Pun digambarkan tokoh etnis Cina tua ini merupakan pemilik kelontong di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Meski hanya tampil di salah sebuah fragmen, kehadiran tokoh Apek ini menjadi daya tarik tersendiri dalam sebuah lakon utuh Makyong.
Maka tak heran pula bilamana Makyong kemudian juga diminati kalangan etnis Tionghoa. Aswandi punya catatan sejarah yang membuktikan itu.
“Bukti bahwa Makyong juga diterima oleh orang Tionghoa itu disebutkan melalui catatan pergelaran Makyong pada pesta pernikahan anak Kapitan Cina Tik Sing di tahun 1840-an,” beber Aswandi.
Tapi tak jelas jenis Makyong mana yang ditampilkan pada pesta pernikahan anak orang kaya itu. Karena menurut Aswandi, setiap kelompok Makyong punya perbedaan. Misalnya, dalam penggunaan aksesoris topeng.
Baca Juga: Ketika Presiden Soeharto Kepincut Makyong
Ada sejumlah kelompok Makyong asal Malaysia yang tampil tanpa menggunakan topeng, ini tentu amat berbeda dengan kelompok Makyong Mantang yang menjadikan topeng sebagai aksesori penting.
“Juga soal musik. Makyong Thailand musiknya lebih mendayu. Beda dengan Makyong kita yang tempo musinya sangat rancak dan dinamis,” ujarnya. (jm)
[…] Ada Cina dalam Makyong […]