GLOBALISASI menjadi sebuah arus tak terbantahkan. Berdaya kuat dan sukar terelakkan. Penguatan identitas jadi kunci. Sebegitu halnya ditekankan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Abdul Razak.
Pada pembukaan Kongres Kebudayaan 2017 di Universiti Kebangsaan Malaysia, pertengahan bulan lalu, Najib menyampaikan kegusarannya ihwal penggunaan Bahasa Melayu, bahasa nasional Malaysia, hari ini oleh generasi muda.
“Generasi muda, tidak peduli apakah ia Cina, India, Ulu atau Kelabit, harus mampu berbicara dengan baik menggunakan Bahasa Melayu. Hal ini yang kita butuhkan agar mampu berdaya saing,” kata Najib sebagaimana dikutip The Sun Daily, Malaysia.
Ungkapan tegas itu disampaikan Najib kepada segala etnis yang mendiami Malaysia. Tanpa terkecuali. Bahkan, dengan tegas pula, Najib menyinggung penggunaan istilah gua dan lu itu kampungan, yang semestinya sudah tidak lagi dipraktikkan oleh generasi muda Malaysia hari ini.
“Bahkan jika mereka masuk sekolah jurusan bahasa China atau Tamil,” kata Najib, “mereka tetap harus bisa berbicara bahasa melayu dengan baik. Ini bahasa dan identitas kita.”
Apakah atas nama identitas kebangsaan lantas Najib melarang penggunaan bahasa Inggris atau bahasa asing lain? Tidak juga. Karena Najib bahkan turut mendukung agar para generasi muda Malaysia tetap berkemampuan bahasa asing.
“Kami juga mendorong dan mengapresiasi anak muda yang berbahasa Inggris dengan baik. Tapi ingat, dunia hari ini bukan cuma tentang ekonomi dan nasionalisme. Kita juga harus menjadi sebuah golongan yang mampu bersaing secara global,” tegas Najib.
Penggunaan internet dan media sosial yang masif, tidak dipungkiri Najib, adalah musabab lain keterpengaruhan generasi muda Malaysia dengan sebuah budaya yang bertolak belakang dengan identitas Melayu. Sampai-sampai terjadi penggunaan bahasa campuran yang terbilang masif dan masih terdengar ramai hari ini.
“Penggunaan bahasa-bahasa rojak (bahasa campuran) itu juga mengikis kekuatan bahasa Melayu itu sendiri,” ungkapnya.
Karena itu, melalui kongres budaya tahun ini, Najib menginginkan ditemukan sebuah formula agar Bahasa Melayu bisa menjadi bahasa nasional, bahasa pengantar pendidikan, dan juga bahasa resmi pemerintahan. (jm)