Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu

(Fakta Lain Sejarah Riau-Lingga)

0
7.364 views

oleh: Aswandi Syahri

Salinan manuskrip Riau-Lingga yang berjudul Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Leidsche Universiteits-Bibliotheek,  di Negeri Belanda, dan menjadi bagian dari sebuah kitab yang berisikan beberapa salinan manuskrip.

Dalam katalogus paling mutakhir perpustakaan itu yang disusun oleh Teuku Iskadar (1999) dan E.P. Wieringa (1997), nomor katalog manuskrip tersebut adalah Cod. Or. 3199. Sedangkan dalam katalog lama yang disusun oleh H.H. Juynboll, Catalogus van De Maleische en Sundaneesche Handschriften der Leidsche Universiteits-Bibliotheek (1899), nomor katalog-nya adalah CCLXIV (Cod. 3199 (2)).

Awalnya, kitab kumpulan salinan manuskrip tersebut adalah koleksi, H.N. van Der Tuuk, seorang linguist terbaik yang penah dimiliki Universtas Leiden. Sebuah label kecil menggunakan bahasa Latin yang ditempelkan pada bagian dalam kover belakang manusrip ini menandainya dengan keterangan sebagai berikut: “warisan orang yang paling terpelajar H. Neubronner van Der Tuuk untuk Universitas Leiden pada tahun 1894”  (Ex Legato viri Doctissimi H. Neubronner van Der Tuuk 1894).

Pada bagian daftar isinya yang ditulis sendiri oleh van Der Tuuk (halaman 1 recto naskah Cod. Or. 3199 ini), tercantum  judul delapan salinan manuskrip yang ada di dalam kitab kumpulan salinan manuskrip itu. Salinan manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu adalah manuskrip terakhir dalam urutannya. Secara berturut-turut judul-judul delaman salinan manuskrip tersebut adalah sebagai berikut: (1) Hukum Qanun, (2) Hukum Pelayaran Melaka, (3) Undang-Undang Negeri dan Pelayan, (4) Salasilah Turunan Sulthan Sumeneb, (5) Surat Peraturan Duli Yang Dipertuan  Muda Negeri Riau, (6) Surat Cap-Cap dan Kepala Surat-Surat Raja Melayu, dan (7) Ceritera Asal Raja-Raja Melayu Punya Keturunan.

Disalin di Melaka

             Dalam kumpulan salinan manuskrip ini, Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu  ditulis pada halaman 105verso hingga halaman 108recto. Kecuali halaman 108recto, setiap halamannya terdiri dari 19 baris tulisan yang kemas dan masih jelas terbaca. Penulisannya menggunakan tinta hitam, dengan sedikit tinta merah untuk menuliskan perkataan sanah atau sanat (bahasa Arab untuk tahun), yang diletakkan tepat di bawah seluruh angka tahun yang ada dalam cerita ini.

Pada halaman terakhir (108recto) naskah ini, terdapat dua kolofon (keterangan pada akhir naskah). Kolofon pertama menyebutkan bahwa manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu ini mula-mula disalin di Riau (Tanjungpinang atau Pulau Penyengat?) pada 2 September 1819. Selanjutnya kolofon kedua menyebutkan naskah salinan itu disalin kembali di Melaka pada 9 September 1819. Penyalinnya tidak dikenal (anonymous).

2.Kolofon yang tercantum pada halaman 108recto naskah Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu koleksi Perpustakaan Universitas Leiden. (foto: aswandi syahri)

Selengkapnya, isi kedua kolofon manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu adalah sebagai berikut: Pertama, “Tersalin di dalam negeri Riau kepada dua hari bulan Sepetember tahun Wilanda Sanah 1819,” dan kedua, Tersalin daripada surat salinan, di dalam negeri Melaka kepada Sembilan hari bulan September tahun Wilanda sanah 1819.”

Fakta Lain Sejarah Riau-Lingga

            Sebagaimana dicatat oleh Juynboll (1899: 251), dari segi judulnya, manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu ini mirip dengan manuskrip Ceritera Asal Raja-Raja Melayu Punya Keturunan yang terdapat dalam kitab kumpula manuskrip koleksi Perpustakaan Universitas Leiden yang diberi nomor katalogus Cod. Or. 3199.

Namun demikian, dalam kenyataanya subyek dan kandungan isi kedua manuskrip ini berbeda. Jika dibaca dengan cermat maka jelas terlihat bahwa manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu bukan lah kelanjutan manuskrip Ceritera Asal Raja-Raja Melayu Punya Keturunan seperti dicatat oleh Wieringa (1997).

Manuskrip Ceritera Asal Raja-Raja Melayu Punya Keturunan sesungguhnya berisikan kisah dan asal-usul  raja-raja Melayu, yang bermula dari Sri Tribuana sehingga lah kepada Sultan Abdulrahman Syah yang memerintah di Lingga hingga tahun 1248 H bersamaan  dengan tahun 1832 M.

Sebaliknya, manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu berisikan sejarah Sultan Sulaiman yang menjadi Yang Dipertuan Besar Kerajaan Johor di Negeri Riau sehingga lah pada masa ketika Daeng Kemboja menjadi Yang Dipetuan Muda Riau, dan Raja Haji menjadi Kelananya pada tahun 1166 H yang bersamaan dengan tahun 1752 M.

Adalah juga keliru bila mengatakan bahwa kandungan isi manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu ini kurang lebih sama (more or less similar) dengan manuskrip Aturan Setia Bugis Bugis dan Melayu, seperti disinyalir oleh Teuku Iskandar dalam katalognya (1997).

Mungkin, lebih tepat bila dikatakan bahwa manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu ini lebih mirip atau varian lain dari Hikayar Negeri Johor (Cod.Or. 141 (2) yang dicantumkan Wieringa (1998: 98) dalam katalognya. Mengapa?

Sama seperti manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu, manuskrip Hikayat Negeri Johor adalah juga sebuah catatan sejarah yang disusun berdasarkan urutan waktu atau kronik yang disebut oleh Leonard Andaya (1987) sebagai “keringkasan sejarah Kerajaan Johor yang baru di Riau”, yang disusun berdasarkan urutan waktu kejadian peristiwanya.

Kandungan isi manuskrip Ceritera Asa Keturunan Raja-Raja Melayu ini diawali dengan teks sebagai berikut: “Hijrat al-Nabi Shali-Allah ‘alaihi wassalam sanah 1173 [bersamaan 1759 M] kepada hari Jumat, adalah kepada masa itu Raja Sulaiman ditabalkan oleh Kelana Jaya Putra dan Daing Menampok. Maka gelar Sultan Sulaiman Badr-al-‘amsyah diatas tahta Kerajaan negeri Johor dan Pahang…”.

Meskipun dibuka dengan teks yang ‘meragukan’ dan harus diteliti lebih jauh karena berbeda dalam menuliskan tarikh penabalan Sultan Sulaiman yang  telah umum diketahui terjadi pada tarikk 1734 H bersamaan dengan 1721 H (lihat: Ismail Husin, Hiskayat Negeri Johor yang dilapirkan dalam R.O. Winstedt, History Johore 1365-1895, MBRAS, 1979: 195), manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu ini menampilkan fakta-fakta sejarah yang selama ini tak begitu jelas diungkapkan.

Manuskrip Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu dengan jelas mencatat bahwa pada fase-fase awal berdirinya, ‘kerajaan Johor yang baru’ di Riau bukan semata-mata hasil ‘pakatan politik’  Daeng Kemboja adik beradik dan Sutan Sulaiman dengan saudara-saudaranya semata.

Sumpah setia Marhum Sungai Baru atau Persetian Melayu dan Bugis yang terkenal dan berulang-ulangkali dikrarkan itu, bukan hanya dilakukan  oleh Yang Dipetuan Muda dan Yang Dipertuan Besar saja, tapi juga melibatkan Raja Tua yang (dalam manuskrip ini ditulis: Raja Tuha), Datuk Bendahara, dan Engku Raja Indra Bungsu, dan  segala penggawa Bugis serta Melayu.

Sumpah setia itu berulangkali diperbaharui. Tidak hanya ketika terjadi perselisan antara Sultan dan Yamtuan Muda atau ketika penabalan salah satu diantara keduanya, tapi juga diperbaharui semula ketika seorang Raja Tua yang baru ditabalkan menggantikan raja Raja Tua yang lama: seperti dalam kasus penabalan Tun ‘Abdulah menggatikan Raja Tua yang pertama pada 10 Zulhijah 1147 H bersamaan dengan 31 Mei 1734.

Maka diteguhi pula perjanjian itu dihadapan Duli Yang Dipertuan Besar, dan Duli Yang Dipertuan Muda, dan Engku Raja Indra Bungsu, dengan segala Penggawa dan orang tuha-tuha sumpah setia yang tiada berubah-ubah. Dan barangsiapa mungkir daripada sumpah setia yang tersurat di atas kertas ini maka diramai-ramai anak Bugis dan anak Melayu. Dikutuki Allah sampai kepada anak ucunya. Tiada beroleh baik sampailah kepada anak cucunya…”

Dalam manuskrip ini juga dinyatakan bahwa seorang Raja Indra Bungsu pada ketika itu juga pernah memegang perintah atas rakyat dan teluk rantau tokong pulau, serta dapat menjadi Datuk Bendahara atas permohonan Yang Dipertuan Muda beserta segala Penggawa Bugis dan Melayu kepada Sulta Yang Dipertuan Besar: seperti  dalam kasus yang terjadi pada tahun 1161 H bersamaan dengan tahun 1784 M.

Fakta-fakta dalam sejarah awal penubuhan ‘Kerajaan Johor yang baru’ di Negeri Riau memang masih banyak yang belum tersibak, atau mungkin ‘dihilangkan’ dan ‘disembunyi’ sebagai bagai bagian dari ‘politik historiogarfi sistana’ demi ‘peneguhan legitimasi historis’ penguasa tertentu pada suatu periode tertentu pula.

Bahkan Raja Ali Haji, yang menurut Virginia Matheson (1971) menggunakan naskah Ceritera Asal Keturunan Raja-Raja Melayu sebagai salah satu bahan sumbernya ketika melanjutkan kerja menyelasaikan dan mengemas semula Tuhfat al-Nafis yang telah dimulai oleh ayahnya, juga samar-samar dalam menyebutkan fakta-fakta sejarah yang penting pada fase-fase awal “kerajaan Johor yang baru” di Negeri Riau.***

Artikel SebelumEngku Puteri, Perempuan yang Melawan dengan Seribu Kata
Artikel BerikutEngku Puteri: Sinar Carang Cahaya Penyengat
Aswandi Syahri, lahir di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, pada 29 Januari 1970. Alumni ilmu sejarah pada Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra (kini, Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Andalas. Pernah menjadi jurnalis, dan kini masih menjabat sebagai sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Provinsi Kepulauan Riau. Menulis sejarah sejak di bangku SMA, dan telah menghasilkan sejumlah buku tentang sejarah dan kebudayaan Melayu di Kepulauan Riau

Tinggalkan Balasan