Secara substansial manuskrip ini sangat menarik, karena mengandungi narasi sejarah yang berbeda dari narasi sejarah pada bagian-bagian awal Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang yang sangat terkenal itu.

Milik Conradi Bussingh

            Manuskrip Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan ini bagian dari sebuah kitab kumpulan salinan manuskip yang pada mulanya adalah koleksi perpustakaan Koninklijke Academie (Akademi Kerajaan) di Kota Delf-Belanda: sebuah akademi pemerintahan, tempat mendidik calon pegawai pemerintah di Hindia Belanda yang ditubuhkan pada tahun 1842.

Menurut Edwind P. Wieringa (1998:29 dan 74), pada 1 Juli 1864 akademi pemeritahan itu ditutup. Sejak saat itu, 197 buah manuskrip Melayu, termasuk kumpulan manuskrip ini,  dipindahkan ke Perpustakaan Universitas Leiden. Di Perpustakaan Universitas Leiden, semua manuskrip ‘eks Kota Delf’ yang sebagian besarnya berasal dari Hindia Belanda ini didaftarkan dengan nomor katalogus Cod.Or. 1689 hingga Cod.Or. 1888.

Ketika masih menjadi koleksi Koninklijke Academie di Delf, kumpulan manuskrip ini diberi label dan nomor katalogus Ned Kolonien Handschriften C No. 33. Kemudian, oleh pihak perpustakan Universitas Leiden dirubah menjadi M.S. Orient No. 1721. Dan kini, nomor katalog mutakhirnya  adalah Cod.Or. 1721.

Sedangkan sebagai pemilik awal (provenance) naskah ini, seperti tertulis menggunakan huruf latin pada halaman 1 dan halaman 125 naskah Co.Or. 1721, adalah Conradi Bussingh. Ia adalah seorang pejabat urusan bahasa penduduk setempat (eleve voor Inlandsche talen) yang bertugas di Negeri Riau (Tanjungpinang) pada dekade pertama abad 19,  dan pada tahun 1829 dipindahkan ke Pulau Jawa.

Diperkirakan manuskrip ini adalah salah satu manuskrip yang disalin ketika Bussingh bertugas sebagai ‘pegawai bahasa’ di Tanjungpinang: sama seperti manuskrip ilmu surat-surat menyurat  Melayu koleksi Perpustakaan Universitas Leiden (disalin di Negri Riau-Tanjungpinang pada 1826) yang dikenal sebagai kitab ‘Terasul Tuan Bussing’.

Bunga Rampai

            Manuskrip tanpa tarikh penyalinan dan penulisan ini sebenarnya tidak mempunyai judul. Judul Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan yang dipergunakan dalam ruang kutubkhanah ini mengacu kepada kalimat pembuka manuskrip tersebut. Sejak akhir abad ke-19 hingga abad ke-21, sejumlah filolog dan pakar kodikologi telah memberikan beragam judul kepada manuskrip koleksi Perpustakaan Univeritas Leiden ini.

Dr. H.H. Juynboll yang pertama kali memerikan naskah ini dalam katalognya (1899:173), memberi judul dalam bahasa Belanda: Een verhall, hoe de radja van Singapore den vorts van Bintan aanvalt (Sebuah cerita, bagaimananRajandari Singapura menyerang penguasa dari Bintan).

Dalam jilid pertama katalog mutakhir tentang koleksi naskah-naskah Melayu, Minangkabau, dan Sumatera Selatan yang ada di Negeri Belanda (termasuk koleksi Perpustakaan Universitas Leiden)   yang disusun oleh Teuku Iskandar (1999: 18), naskah ini diberi judul “Hikayat Bintan Dilanggar Singapura”.

Sebaliknya, dalam katalog ‘paling mutakhir, yang disusun oleh E.P. Wieringa (2007: 74-75), manuskrip ini diberi ‘judul’ dalam bahasa Inggris, Story of Singapore’s raja who attacks the ruler of Bintan (Cerita Raja Singapura yang menyerang penguasa Bintan).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, manuskrip Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan ini adalah bagian dari sebuah kumpulan salinan manuskrip Melayu yang berisikan sembilan buah cerita.

Judul kitab manuskrip kumpulan cerita ini dalam ejaan lama, seperti ditulis menggunakan huruf latin pada lembaran pertamanya, adalah Boenga Rampe, yang kemudian diterjemahkan oleh Juynboll (1899) ke dalama bahasa Belanda menjadi, Varia. Oleh Teuku Iskantar (1999) dan E.P. Wieringa (2007), judul kitab kumpulan manuskrip  ini ‘direvisi’ dengan memperbarui ejaan judul lamanya menjadi Bunga Rampai.

Dalam kumpulan salinan manuskrip berjudul Bunga Rampai yang terdiri dari 124 halaman dengan dimensi 12 x 12 cm inilah manuskrip Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan berada. Ia merupakan cerita nomor III (halaman 31-39), dari IX buah cerita yang terdapat di dalamnya.

            Sebagian besar kandungan isi kumpulan manuskrip Bunga Rampai ini sangat mirip dengan manukrip bernomor katalogus ML 24 koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) di Jakarta yang juga berjudul Bunga Rampai, dan ditulis pada 19 Maret 1847. Karena itu, boleh jadi manuskrip Bunga Rampai dengan nomor katalogus Cod.Or. 1721 koleksi pepustakaan Universitas Leiden ini adalah salinan, atau versi pendek dari ML 24 koleksi Perpusnas, Jakarta.

Sejarah Melayu Yang Lain

            Manuskrip Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan dibuka dengan kalimat sebagai berikut: “Alkisah maka tersebutlah perkataan raja di Singapura itu datang menyerang Negeri Bintan….”

Esensi narasi manuskrip ini tidak mengisahkan mengapa raja Singapura (yang tidak disebutkan namanya) itu menyerang Negeri Bintan dan jalannya peristiwa penyerangannya. Fokus narasinya lebih kepada dampak dari serangan yang menyebabkan Negeri Bintan kekuarangan makanan, serta upaya raja Bintan mencari batuan makanan dengan berundur ke Bukit Seguntang di Palembang, dan serangan balik Raja Bintan atas bantuan ‘penguasa’ Palembang.

Sejak awal, narasi manuskrip ini telah menunjukkan ‘gejala counter text’ melalui narasi yang berbeda dari teks Sejarah Melayu, dengan menyatakan bahwa ‘Raja Bintan’ datang ke Palembang, dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain, narasi ini menjungkir balikkan hubungan Palembang-Bintan-dan Singapura seperti yang ditulis dalam kitab Sejarah Melayu, yang populer sebagai karya Tun Sri Lanang.

Dalam narasi manuskrip Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan ini, juga dikisahkan bahwa secara hirarkis Raja Bintan lebih tinggi kedudukannya dari ‘penguasa’ Palembang  yang merendah-rendah menyebut dirinya sebagai “…abdi yang maha mulia…” di hadapan Raja Bintan.

Dikisahkan bahwa Raja Bintan bertolak dengan sebuah ghurab (sejenis perahu tradisional Melayu) ke Bukit Seguntang (Palembang) untuk mencari bantuan setelah mendapat kabar tentang cadangan bahan makaman yang melimpah di Palembang dari para Batin Laut (pemimpin orang laut dan rakyatnya, yang dalam sejarah dikenal sebagai sumber kekuatan militer  Bintan di laut).

Dalam manuskrip ini, kisah tersebut dinukilkan sebagai berikut: “…Maka kata Raja Bintan… Adapun akan kita datang ini oleh kerana kita mendengar khabar Batin Laut akan Mamak Pikrama. Disini banyak menaruh makanan, kerana kita ini memusuh dan berperang dengan Raja Singapura. Khabarnya Mamak Pikrama banyak menaruh makanan. Sebab itulah kita datang sendiri mendapatkan Mamak kita. Hendak mintak dikasihnya dan ditolong oleh Mamak kita itu…

Di Bukit Seguntang (Palembang) beliau disambut dengan segala kebesaran sebagai seorang raja, oleh ‘penguasa’ Palembang yang bernama Datuk Pikrama (yang disapa Mamak oleh Raja Bintan), dengan memerintahkan anaknya yang bernama Pusamar menjemput raja besar itu ke perahunya.

Sebagai ungkapan hormat, Datuk Pikrama menjamu Raja Bintan selama “…tiga hari tiga malam makan minum tiada henti...”. Dan dalam kesempatan itu pula, Raja Bintan bertitah berjanji akan membalas kasih bantuan Mamak Datuk Pikrama kepadanya.

Tehadap titah dan janji itu, sekali lagi, Mamak Datuk Pikrama dengan merendah-rendah dihadapan Raja Bintan, berkata: “…Mengapa Duli Syah Alam bertitah demikian. Akan nyata patik anak ini lagi di bawah Duli Suah Alam. Apatah gunanya yang ada pada patik ini. Tiada patut belanja negeri Syah Alam itu. Sia-sialah patik menjadi kebawah Duli Syah Alam. Kerana tiada adat hamba hamba Melayu itu melalui titah tuannya dan durhaka kepada tuannya sehingga mati….”

            Singkatnya, Raja Bintan terlepas dari bencana besar serangan Raja Singapura. Sebagai tanda terimakasih kepada Mamak Datuk Pikrama di Palembang, Raja Bintan mempersunting anak perempuannya yang bernama Dang Malini. Mamak Datuk Pikrama bersetuju. “Syahdan pada ketika itu juga Datuk Pikrama laki istri mengiasi anaknya dengan selengkapnya pakaian itu. Setelah sudah maka dihantarkannya pada baginda. Baginda pun  nikahlah dengan anaknya Datuk Pikrama…”

Selanjutnya, pada ketika itu juga baginda Raja Bintan mengangkat anak laki-laki Datuk Pikrama yang bernama Pusamar menjadi penguasa Palembang dengan gelar Demang Lebar Daun.”…Syahdan pada hari itu juga Yang Dipertuan Bintan menggelar Pusamar itu Demang Lebar Daun. Memegang Negeri Palembang itu. Menjadi orang besar Dalam Negeri Palembang itu.

Mungkin, karena esensi narasi manuskrip ini yang sangat berbeda dengan narasi Sejarah Melayu yang sangat terkenal itu, maka filolog Juynboll menyebut manuskrip Kisah Raja Singapura Menyerang Negeri Bintan atau cerita nomor 3 dalam manuskrip Cod.Or. 7121 koleksi Perpustakan Universitas Leiden ini sebagai “sebuah fragmen Sadjarah Malayu yang lain”.***

Artikel SebelumSupaya Bahtera Tak Tenggelam
Artikel BerikutPenyengat Ditetapkan jadi Cagar Budaya Nasional
Aswandi Syahri, lahir di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, pada 29 Januari 1970. Alumni ilmu sejarah pada Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra (kini, Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Andalas. Pernah menjadi jurnalis, dan kini masih menjabat sebagai sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Provinsi Kepulauan Riau. Menulis sejarah sejak di bangku SMA, dan telah menghasilkan sejumlah buku tentang sejarah dan kebudayaan Melayu di Kepulauan Riau

Tinggalkan Balasan