Gelombang pembaharuan Islam dari Timur Tengah yang dipelopori oleh Jamaludin al-Afgani dan kemudian dilanjutkan oleh Syekh Muhammad Abduh serta Muhammad Rasyid Ridha pada penghujung abad ke-19, akhirnya sampai juga ke Alam Melayu. Salah satu saluran pentingnya adalah majalah reformis bernama al-Imam.
Penubuhan
Al-Imam (dari bahasa Arab yang bermakna ‘Pemimpin’) ditubuhkan di Singapura. Edisi perdananya juga muncul di Singapura pada 1 Jumadil Akhir 1324 Hijriah, bersamaan dengan 23 Juli 1906 Miladiah.
Menurut Abdul Aziz Mat Ton, dalam disertasiya yang dterbitkan dengan judul Politik al-Imam (2001), majalah ini ditubuhkan oleh sejumlah cerdik-cendekia dan usahawan muda yang ketika itu “agak was-was mendakwa diri mereka itu sebagai orang Melayu”- karena mereka bukan anak watan Melayu di bandar dagang Singapura.
Diantara anak muda yang mempunyai kesadaran serta pemikiran yang sama itu adalah orang-orang yang sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran islah (pembaruan) Islam yang dicetuskan oleh Muhammad Abduh dan Sayid Muhammad Rasyid Rida di Mesir. Mereka yang tercerahkan itu adalah Syekh Muhammad Salim al-Kalili, Syek Muhammad Thahir Jalaluddin al-Azhari dari Minangkabau, Sayid Syekh al-Hadi, dan Haji Abbas Muhammad Taha.
Edisi perdana majalah al-Imam dicetak oleh Mathba’ah Melayu di Tanjung Pagar Singapura. Ukurannya hanya 22, 5 x 16,3 cm dan terdiri hari 42 halaman. Seperti dicantunkan pada kover depan edisi perdananya, majalah ini terbit pada setiap taggal 1 bulan Arab atau tahun Hijriah, “dikeluarkan di Singapura pada tiap-tiap sehari bulan ‘Arab”.
Bertindak sebagai mudir atau pemimpin redaksi dan pemiliknya, sebagaimana dicatat dalam Strait Settlements Government Gazetes, adalah Syekh Muhammad Salim al-Kalili, seorang usahawan di Singapura yang berkantor di nombor 19 Weld Road, Singapura.
Menurut Muhammad Sarim bin Haji Mustajab dalam “ Gerakan Islam Islamiyah di Tanah Melayu 1906 hingga 1948” (1979), Syekh Muhammad Salim al-Kalili bersama Raja Ali Kelana dari Negeri Riau Pulau Penyengat adalah penyandang dana utama diawal penubuhan majalah al-Imam hingga menjelang reorganisasi pengurusnya pada 1908.
Sejak edisi perdananya, majalah ini tidak hanya diedarkan di Straits Settlement (Negeri-Negeri Selat yang mencakupi Singapura, Pulau Pinang, Melaka) dan negeri-negeri lainnya di Tanah Semenanjung, tapi juga beredar pada beberapa negeri di Hindia Belanda.
Dari 37 perwakilan majalah al-Imam yang dicantuman pada kover belakang edisi perdananya, hanya 15 perwakilan berada di Semenanjung Malaya dan 22 sisanya berada di kota dan tempat di Hindia Belanda (Indonesia).
Di Hindia Belanda, majalah yang oplahnya pada tahun 1906 sebanyak 5000 eksemplar ini mempunyai perwakilan yang tersebar sejak dari Ulele di Aceh hingga Surabaya. Khusus untuk di Negeri Riau Pulau Penyengat, perwakilannya dipimpin oleh Yang Mulia Raja Hitam bin Raja Haji Hasan, cucu Raja Ali Haji, yang juga tokoh perlawanan anti-kolonial dari Kerejaan Riau-Lingga: melalui perwakilan Pulau Penyengat inilah majalah al-Imam sampai ke tangan para pembacanya di ke Kepulauan Riau-Lingga, termasuk yang berada nun jauh di Kampung-Kampung di Pulau Tambelan.
Di Negeri-Negeri Selat dan Semenanjung, biaya langganannya dalam setahun adalah $ 2.40, dan dijual seharga 25 sen per-eksemplar. Sementara itu di Hindia Belanda, harga berlanganan untuk satu tahun adalah 8.50 Rupiah.
Pada tahun 1908, penerbit majalah ini memulai sajarah barunya sebagai sebuah perusahaan pers yang modern dengan menubuhkan sebuah perusahaan dan didaftarkan pada lembaga yang berwenang di Negeri-Negeri Selat (Singapura) dengan nama Al-Imam Printing Co.Ltd, beralamat di nomor 17 dan 18 Weld Road, Singapura.
Sebagai sebuah majalah bulanan, al-Imam hanya mampu bertahan dari tahun 1906 hingga 1908. Edisi perdananya, yang menjadi acuan ruang kutubkhanah untuk jantungmelayu.com ini adalah sebuah eksemplar yang ditemukan di Pulau Tambelan pada tahun 2006.
Majalah Kaum Reformis
Isi majalah ini dicetak secara tipografi (menggunakan huruf timah yang disusun sedemikian rupa) dalam format jawi atau huruf Arab Melayu.
Sejak edisi perdananya terbit, majalah ini telah menggunakan logo dan motto dengan perkataan al-Imam yang dicetak tebal menggunakan huruf besar. Pada bagian atas perkataan al-Imam itu tercantum ayat 12 dalam surat Yasin, dan pada bagian bawahnya tercantum pula ayat 27 surat al-Furqan. Kedua ayat ini dapatlah dilhat sebagai motto al-Imam sebagai majalah kaum reformis (pembahar) bagai masyarakat Melayu-Islam di Alam Melayu ketika itu.
Abdul Aziz Mat Ton (2001), menafsirkan bahwa format dan kandungan isi logo tersebut mengandungi makna bahwa para pendiri al-Imam ingin menegaskan misi dan visi majalah al-Imam adalah menekankan kepemimpinan yang dicanangkan sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Logo ini turut mengambarkan cita-cita al-Imam sebagai motor reformasi dan kemajuan kaum muslimin melalui saluran politik dan pendidikan yang berlandaskan Islam.
William R. Roff dalam The Origin of Malay Nationalism (1979) menyebut majalah al-Imam sebagai sebuah penyimpangan yang radikal dalam lapangan penerbitan pers Melayu. Karena ianya berbeda dari penerbitan pers Melayu sebelumnya. Majalah al-Iamam tidak hanya kental dengan kadar intelektualnya, tapi juga telah menyemaikan benih-benih pemikiran tentang bagaimana seharusnya orang Melayu-Islam berhdapan dengan perubahan sosial ekonomi yang cepat dan menggilas ketika itu.

Dalam ‘pengantarnya’ yang dimuat pada bagian belakang kover majalah al-Imam, salah seorang editornya, Syek Muhammad Thahir Jalaluddin, menegaskan bahwa majalah al-Imam adalah majalah Islam pertama di ‘Alam Melayu’. “Al-Ilmam ialah majalah Islamiyah yang pertama dikeluarkan di sebelah kita disini. Terhias di dalamnya nasihat dan perlajaran dan pengajaran yang memberi faedah…”
Menurut Abu Bakar Hazamam dalam bukunya Al-Imam Its Role In Malay Society 1906-1908 (1991), meskipun al-Imam bukanlah pers berbahasa Melayu yang pertama diterbitkan di Malaya yang ketika itu juga mencakup Singapura, namun demikian, kehadirannya mempunyai arti yang sangat penting dan meninggalkan pengaruh yang sangat berarti bagi masyarakat Muslim berbahasa Melayu di rantau ini.
Di lain pihak, dalam perspektif yang lain pula, William R. Roff dalam edisi terjemahan bukunya yang terkenal, Nasionalisme Melayu (2004), menempatkan majalah al-Imam sebagai salah satu media yang membantu dalam menciptakan apa yang disebutnya sebagai Nasionalisme Melayu di alam Melayu.
Bila kelahiran majalah al-Imam banyak dipengaruhi oleh majalah al-Manar yang terbit di Mesir maka debaliknya, kehadiran al-Imam di Alam Melayu ini, antara lain telah mengilhami pula lahirnya majalah al-Munir: sebuah majalah kaum pembaharu lainnya yang diterbitkan di Padang, Sumatera Barat.