
Stempel dan bagian awal warkah Sultan Mahmud Ri’ayatsyah, Sultan Johor dan Pahang di Riau kepada Gubernur Jenderal VOC Willem Arnold Alting dan Raad van Indie Negeri Kota Betawi Darul Aman, pada tarikh 19 Maret 1796, koleksi Uiniversiteit Biblitheek, Leiden, Belanda
Khazanah arsip warkah diraja (surat-surat istana) dari kerajaan Riau-Lingga adalah salah satu pintu masuk untuk menerokai keluasan sejarah kerajaan Riau-Lingga sebagai penerus kebesaran kerajaan Melaka dan Johor yang lama. Kini, bahan-bahan sumber sejarah yang berlimpah ruah tersebut tersimpan pada sejumlah perpustakaan dan arsip di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan di beberapa negara di benua Eropa.
Dalam lembaran warkah-warkah diraja tersebut terkandung fakta dan informasi kesejarahan yang sangat kaya dan penting sebagai bahan sumber sejarah sempena merekonstruksi aspek-aspek tertentu dalam sejarah kerajaan Riau-Lingga, dan hubungannnya dengan semangat zamannya.
Warkah-warkah yang ditulis dalam huruf Arab Melayu (huruf jawi) itu kini hampir sebagian besarnya berada di luar Provinsi Kepulauan Riau. Semuanya tercipta sebagai bagian dari beragam proses dan peristiwa sejarah kerajaan Riau-Lingga dalam hubungannya dengan negeri dan bangsa-bangsa lain di belahan dunia yang lain pula.
Melalui pejalanan yang panjang sejak abad ke 18 hingga awal abad ke-20, tersebarlah warkah-warkah diraja Riau-Lingga itu dari istana diraja di Riau Lama, Daik, dan Pulau Penyengat ke berbagai negeri dan bandar di belahan dunia yang lain.
Warkah-warkah tersebut dilayangkan sempena hubungan sahabat-bersahabat dengan raja dan negeri lain yang letaknya jauh melintasi lautan, samudra, dan benua. Ditujukan kepada berbagai kalangan seperti Gubernur Jenderal di Negeri Bandar Batawiah Darul Aman di Pulau Jawa hingga Raja Prusia di Benua Jermani, atau wakil-wakil Raja Inggris di Singapura, Melaka, dan Pulau Pinang. Oleh para penerimanya, warkah-warkah itu dihormati dan disimpan sebagai arsip penting dan menjadi salah satu cikal bakal koleksi arsip negara dan pemerintahan yang mewarisinya.
Di Indonesia, koleksi terbesar khazanah warkah diraja Riau-Lingga yang tercipta karena hubungan ‘kolonial’ antara Kerejaan Riau-Lingga dan Pemerintah Hindia Belanda berada dalam simpanan Arsip Nasional republik Indonesia (ANRI) di Jakarta yang pada masa lalu digelar oleh orang Melayu sebagai Bandar Betawiah Darul Aman.
Koleksi warkah diraja Riau-Lingga simpanan ANRI, Jakarta ini mungkin hanya dapat disaingi oleh khazanah warkah diraja Riau-Riau yang kini berada dalam simpanan Universiteit Bibliotheek di Leiden Leiden dan Nationaal Archief di Den Haag. Masih di Benua Eropa, Ethnologische Museum di Berlin, Jerman, umpamanya, juga menyimpan warkah diraja Riau-Lingga meskipun tidak banyak.
Selain di Eropa, warkah-warkah diraja Riau-Lingga juga tersebar dalam simpanan sejumlah perpustakaan dan arsip di Inggris. Di negeri Raffles ini, lembaga penting yang patut disebut adalah Britis Library, di London. Sejauh yang dapat dikesan, lembaga ini menyimpan warkah-warkah diraja Riau-Lingga sejak zaman Sultan Mahmud Ri’ayatsah di Riau hingga warkah-warkah diraja Riau-Lingga yang bersal dari kurun ke-19.
Karena hubungan sejarahnya dengan Kerajaan Riau-Lingga, dan kegigihan pemerintahnya dalam usaha menyelamatkan bahan sumber sejarah Melayu serantau, Malaysia adalah negara penting yang patut dicatat sebagai tempat warkah-warkah diraja Riau Lingga disimpan. Di Malaysia, warkah-warkah bersejerah itu antara lain dapat ditemukan dalam simpanan Pusat Manuskrip Melayu (PMM) Perpustakaan Negera Malaysia (PNM), dan Arkib Negara Malayasia (ANM).
Dalam tulisan ini diketengahkan contoh isi warkah diraja Riau-Lingga yang dirumikan dari arsip warkah aslinya yang kini berada dalam simpanan Uiniversiteit Biblitheek, Leiden, Belanda, Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia, dan simpanan Ethnologische Museum di Berlin, Jerman. Masing-masing warkah dengan kadar informasi kesejarahannya.
Warkah pertama, berasal dari Sultan Kerajaan Johor dan Pahang (cikal bakal Kerajaan Riau Lingga), Sultan Mahmud Ri’ayatsyah di Riau kepada Gubernur Jenderal VOC Willem Arnold Alting dan Raad van Indie Negeri Kota Betawi Darul Aman. Kandungan isinya menjelaskan hal-ikhwal situasi kerajaan Johor dan keadaan ekonomi ibu kotanya di Negeri Riau pada tahun 1796.
Warkah kedua, asdalah sepucuk warkah diraja yang berasal Yang Dipertuan Muda Riau Raja Jakfar di Pulau Penyengat kepada Resident Riouw Kapten Cornelis Pieter Jacob Elout di Negeri Betawiah simpanan Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia. Dalam warkah diraja ini Raja Jakfar menyebutkan tentang adanya wabah penyakit yang hebat (aur taau haur), yang telah menewaskan 1.000 orang penduduk di Lingga pada tahun 1820.
Adapun warkah ketiga, adalah sepucuk warkah yang dilayangkan olehYang Dipertuan Muda Riau Raja Ali (Marhum Kantor) kepada Maharaja Prusia, Frederick William IV, di Benua Jermani (Jerman). Warkah bertarikh 7 Januari 1846 ini adalah sepucuk warkah persahabatan antara Tang Dipertuan Muda Raja Ali dengan Raja Negeri Prusia sempena hubungan baiknya dengan Padri Prusia, Eberhard Herrmann Röttger di Tanjungpinang, dan hadiah dari Raja Prusia yang diterima kerajaan Riau-Lingga (antara berupa dua buah candeliar atau lampu gantung yang kini salah satu diantaranya masih dapat dilihat di Masjid Pulau Penyengat) melalui Padri Röttger.
***
1. Warkah Sultan Mahmud Ri’ayatsyah, Sultan Johor dan Pahang di Riau kepada Gubernur Jenderal VOC Willem Arnold Alting dan Raad van Indie di Negeri Kota Betawi Darul Aman pada tarikh 19 Maret 1796. Manuskrip surat asli berada dalam simpanan Universiteit Biblitheek, Leiden, Belanda. Nomor katalogus Cod.Or. 2241.I (6):
“…Sayahdan. Maka adalah yang tersebut didalam warkah sahabat kita itu, sahabat kita pulangkan segala bicara kita itu kepada Gurnadur [Gubernur VOC di] Melaka. Dari sebab itu lah tiada kita balas warkah sahabat kita kepada Tuan Said Alwi Ba’bud, kerana kita pun hendak pergi ke Melaka.
Di dalam antara itu, bulum lagi sempat hendak kita pergi ke Melaka, maka datang lah surat dua pucuk kepada kita. Satu Daripada Gurnadur Melaka, satu daripada Inggris, [yang isinya] telah memulangkan Johor dan Pahang itu dengan segala daerahnya kepada kita seperti adat zaman nenek kita yang dahulu-dahulu, antara kita dengan sahabat kita. Maka kita pun telah menerima lah.
Sesungguhnya kasih sahabat kita itu akan kita didalam antara itu, maka Gurnadur Melaka pun sudah lah habis tempohnya. Maka sekarang, ini lah kita nyatakan kepada sahabat kita yang Tuan Said Alwi Saghaf yang membawa surat ini, sesungguhnya lah sahabat kita membaiki kita.
Maka pulang lah kita seperti adat yang sedia kala berkasih-kasihan, sahabat-bersabaha, tolong-menolong selagi ada peredaran peredaran cakrawala, matahari, dan bulan.
Maka kita pun tiada lah diperoleh nama yang lupa dan lagi barang sesaat dan seketika akan sahabat kita. Niscaya menjadi teguh lah tali perhubungan, pertambatan, persatuan, antara sahabat kita dengan kita.
Maka sekarang kita nyatakan seperkara lagi kepada sahabat kita. Ada lah tatkala Inggris mengambil segala orang-orang kampeni yang di dalam Riau, maka diambil semuanya. Satu apa pun tiada tinggal lagi.
Menja[di]lah kita menerima kulitnya sahaja. Maka sekarang kita pinta lah kepada sahabat kita meriam dan peluru, dan ubat bedil. Dan lagi makanan beras. Melainkan kita pinta hantarkanlah ke Riau kepada musim ini barang berepa patutnya kepada sahabat kita, kerena adalah kita menunggu Riau tiada dengan senjatanya. Dan lagi makanan pun ada mahal di dalam Riau. Inilah adanya…”
2. Warkah dari Raja Jakfar Yang Dipertuan Muda Riau di Pulau Penyengat kepada Resident Riouw Kapten Cornelis Pieter Jacob Elout di Negeri Betawiah pada tarikh 5 Agustus 1820. Kini manuskrip surat ini berada dalam simpanan Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia. Nomor katalogusMSS 2673:
“…Wabakdahu. Daripada itu, takrif kiranya sahabat kita hal keadaannya kita melayangkan nizah? yang sezarah ini tidak lah dengan sepertinya kepada sahabat peri membayankan hal kita dengan pertolong Tuhan sekalian. Dengan surat, dengan selamat, sahabat kita kepada kita, ada sehat dan ‘afiat dengan segala ahli kita adanya.
Syahdan lagi, kita nyatakan kepada sahabat kita serta jangan sahabat kita ambil pergusar kepada kita, maka kita tidak berkirim tulus kepada sahabat kita ketika datang melawat datang, masuk Riau berjumpa dengan kita menyelesaikan Riau itu, karna kita terlalu susah. Karna awar [hawar] di dalam Lingga terlalu lah kerasnya. Orang yang mati di dalam satu bulannya ketika Raja Laut singgah di Lingga itu kira-kira ada seribu orang.
Dan lagi pula seperti kayu-kayu yang sahabat kita kehendakkan kepada kita itu ada. Akan tetapi belum lagi ada diantar oleh orang yang mengambilmya itu ke Riau. Apabila ada lah sudah musim Utara ini, kita kirimkan lah. Dan lagi, kita ternanti-nanti lah akan kuda datang musim ini ke Riau adanya…”
3.Warkah dari Yang Dipertuan Muda Riau Raja Ali (Marhum Kantor) kepada Maharaja Prusia, Frederick William IV di Benua Jermani (Jerman), pada tarikh 7 Januari 1846. Manuskrip asli surat ini berada dalam simpanan Ethnologische Museum di Berlin, Jerman.
“…Bahwa warkah al-ikhlas wa-tahfit al-ijnas yang terbit daripada fu’ad al-zariat al-marrat al-majjin yang dipesertakan di dalamnya dengan beberapa tabik dan hormat dan memberi selamat begitu banyak, yaitu daripada kita Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau. Mudah2an barang disampaikan oleh Tuhan yang disarwa sekalian alam jua kiranya datang ke hadirat Sri Paduka sahabat kita, yaitu Sri Maharaja Perusian yang ada bertahta kerajaan serta mempunyai kebesaran dan kemuliaan di dalam Benua Jermani.
Waba’duh al-kalam al-mazkur, maka adalah kita menyatakan dari hal Sri Paduka sahabat kita ada memberi suatu tanda kepada kita akan jadi peringatan kita oleh membalas kebajikan diatas kita karena sudah kita berkasih-kasihan serta tolong-menolong pada orangnya Sri Paduka sahabat, yaitu Tuan Padri Ruhir [Eberhard Herrmann Röttger misionaris dan pendeta pada Gereja Protestan di Tanjungpinang 1832-1842]
Maka dengan hal yang demikian itu, sangatlah kita menerima kasih yang maha sangat kepada Sri Paduka sahabat kita. Maka tiada lah terbalas oleh kita. Hanya lah sekarang kita pohonkan kepada Tuhan seru alam mudah-mudahan harap kita yang Sri Paduka sahabat kita ambil Tuan Padri Ruhir itu akan sahabat yang kekal karena kita sudah sebelas tahun bersama-sama duduk di dalam Riau daripada zaman saudara kita al-marhum ‘Abdulrahman [Yang Dipertuan Muda Riau, Raja Abdulrahman, 1832-1844] hingga sampai kepada kita.
Maka tiada lah suatu apa kecerderaan melainkan kekal berkasih-kasihan dengan Tuan Padri Ruhir itu. Begitu lagi yang kita harap Sri Maharaja Perusian menaruh peringatan yang berpanjangan juga kepada kita dengan selama-lamanya adanya.
Syahdan yang kita sekarang terlalu amat sayangnya, apa lah sebab itu Tuan Padri Ruhir itu dengan segera kembali ke Negeri Jermani. Jadi kita tiada lah sempat hendak melakukan kasih sayang pada Tuan Padri Ruhir itu, karena kita pun bahru menggantikan pangkat saudara kita al-marhum ‘Abdulrahman itu.
Melainkan harap lah kita yang paduka Sri sahabat kita jangan mengambil kecil hati oleh kita tiada mengerti adat istiadat dari Sri Maharaja Prusian serta kita mintak terima lah dengan ikhlas suatu hadiah kita yang kecil akan barang-barang gunanya kepada Sri Paduka sahabat kita yang tiada dengan sepertinya adanya. Intiha…”***
Contoh Surat Sultan Lingga-Riau, Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah kepada Resident Riouw, tarikh 20 November 1863. Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta