
19 Dokumen Hasil Kesepakatan Kerajaan Riau-Lingga dan Pemerintah Hindia Belanda (1860-1896)
Pada penghujung abad ke-19, kesadaran terhadap arti penting arsip sangat terasa di kerajaan Riau-Lingga. Dokumen-dokumen penting itu tidak hanya disimpan oleh Raja Khalid Hitam sebagai pengelola arsip yang juga menjabat sebagai Bentara Kiri kerajaan Riau-Lingga, tapi juga dikumpulkan dan dihimpunkan oleh oleh Raja Ali yang berpangkat Kelana ataucalon Yang Dipertuan Muda.
Publikasi Mathba’ah al-Riauwiyah
Kumpulan bahan arsip berupa salinan plakat atau pelekat perjanjian dan surat-surat keputusan Kerajaan Riau-Lingga yang telah dimusyawaratkan oleh kerajaaan Riau-Lingga dan pemerintah Hindia-Belanda antara tahun 1286 H (1869 M) hingga tahun 1307 H (1889 M) ini dihimpunkan dalam sebuah buku yang telah dicantumkan oleh Ian Proudfoot dalam daftar buku-buku Melayu cetakan lama, Early Malay Printed Books (1992: 411) dengan judul Perhimpunan Plakat.
Himpunan salinan arsip plakat dan surat-surat keputusan ini untuk pertama kalinya dipubikasikan menggunakan huruh Arab Melayu atau huruf Jawi di Pulau Penyengat oleh Mathba’ah al-Riauwiyah, sebuah percetakan milik Kerajaan Riau-Lingga, pada tahun 1317 Hijriah besamaan dengan 1897 Miladiah.
Dua puluh sembilan tahun kemudian, seluruh isi Perhimpunan Palakat ini untuk pertama kalinya dirumikan atau dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah hukum adat, Adatrechbundels, pada bagian ‘khazanah’ Hukum Adat Melayu (Het Maleische Gebied) dengan judul Riouwsche Plakkaten (Plakat-Plakat dari Riau) oleh penerbit ‘s-Gavenhage, Martinus Nijhoff, tahun 1926.
Pada tahun 1996, alih-akasara Perhimpunan Plakat cetakan Ma’thba’ah al-Riauwiyah (1897) diselenggarakan pula oleh Hasan Junus, dan dipublikasikan dalam Artefak Seri Naskah Lama terbitan 2 September 1996 yang dikeluarkan oleh Pusat Pengkajian Bahasa dan Kebuadayaan Melayu Universitas Riau. Namun demikian, edisi alih akasara tahun 1996 itu tidak lengkap, karena hanya memuat 15 salinan Plakat atau dokumen, dari 19 salinan Palakat yang terdapat dalam edisi huruf Arab Melayu cetakan Mathba’ah al-Riauwiyah.
Dihimpun Raja Ali Kelana
Perhimpunan Plakat diselenggarakan, atau tepatnya (sebagaiman tertera pada halaman judul buku ini) dikumpulkan dan dihimpunkan oleh Raja Ali Kelana, saudara seayah sultan terakhir Kerajaan Riau-Lingga, Sultan Abdulramahman Mu’azamsyah (1885-1911): dalam sejarah kerajaan Riau-Lingga ia juga dikenal sebagai seorang tokoh cerdik cendekia dan pemimpin kelompok perlawanan terhadap kolonialisme Belanda di Kerajaan Riau-Lingga.
Pada masa Raja Ali Kelana mengumpulkan dan menghimpun dokumen-dokumen untuk Perhimpunan Plakat, pangkatnya dalam kerajaan Riau-Lingga, seperti tertera di belakang nama batang tubuhnya, adalah Kelana, yaknicalon pengganti Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga. Ia menjalankan tugas ayahandanya yang ketika itu masih menjadi Yang Dipertuan Muda Riau X, Raja Muhammad Yusuf (1858-1899).
Semua salinan Plakat atau dokumen yang dikumpulkan dan dikumpulkan dan dihimpunkan oleh Raja Ali Kelana tidak hanya penting dalam konteks penyimpanan dan pendokumentasian arsip kerajaan Riau-Lingga pada masa itu, tapi juga besar artinya dalam mendukung kerja seorang Kelana seperti Raja Ali yang diberi tanggung jawab memeriksa dan mengawasi hal-ihwal pemerintahan dan perekonmian daerah takluk kerajaan Riau-Lingga.
Dalam khazanah kepustakaan Melayu Riau-Lingga, Perhimpunan Plakat dapatlah disandingkan dengan sebuah manuskrip berjudul Tsamarat al-Mathub Fi-Anuar-alqulub karya Raja Khalid Hitam: sebuah kitab yang mengadungi salinan arsip-arsip kerajaan Riau-Lingga yang lebih tua dan beragam
Rujukan Hukum Adat
Gambaran kandungan isi Perhimpunan Plakat yang telah dikumpulkan dan dihimpunkan oleh Raja Ali Kelana dijelaskan pula dalam sebuah ‘kolofon’ yang dicantumkan di bawah judulnya: “inilah segala perhimpunan plakat peraturan yang telah dimusyawaratkan diantara Kerajaan Riau-Lingga dengan Gubernemen Hindia-Nederland daripada tahun 1286 [1869 M] hingga kepada tahun 1307 [1889]”
Di dalamnya dihimpunkan 19 salinan dan alih aksara salinan arsip dan dokumen. Selain aturan, titah, dan pengumuman yang telah ditetapkan oleh Sultan dan Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga, di dalamnya terdapat pula salinan dokumen perjanjian serta peraturan yang telah disepakati antara Kerajaan Riau-Lingga dengan Resident Riouw yang berkedudukan di Tanjungpinang.
Hampir sebagian besar salinan bahan arsip tersebut berkenaan dengan aturan seperti mengolah dan mengushakan hutan yang yang erat kaitannya dengan perekonomian, aturan berjual beli komoditi dagang yang penting seperti sagu dan agar-agar, aturan-aturan cukai, sewa menyewa tanah, yang erat kaitannya dengan roda perekonomian Riau-Lingga dan telah disepakati oleh pemerintah Hindia Belanda.
Namun demikian, isi lengkap Perhimpunan Pakat ini tidaklah seperti yang dinyatakan dalam kolofonnya yang menyebutkan bahwa salinan dokumen terawal yang dihimpunkan di dalamnya adalah berasal dari tahun 1286 H bersamaan dengan tahun 1869 M dan dokumen terakhirnya berasal dari tahun 1307 Hijriah yang bersmaan 1889 Miladiah. Karena sesungguhnya, kandungan isi Perhimpunan Palakat ini diwali dengan dokumen tentang izin orang-orang Cina membuka kebun lada hitam dan gambir di Pulau Tjemboel dan Pulau Boelang bertarikh 1277 H (1860 M). Isi salinan palakat atau dokumen tersebut (sebagaimana edisi alih asara dalam Adatrechtbundels tahun 1926) sebagai berikut:
“Bahwa kita Radja Mohamad Joeseoef sri padoeka jang dipertoean Moeda didalam keradjaan Lingga dan Riau dengan segala daerah taaloeknja sekalian.
Maka Sekarang barang tahoe kiranja kamoe sekalian jang kita telah meidzinkan segala tjina yang telah pergi kepoelau Tjemboel dan ke Poelau Boelang akan memboeka ladang gambir dan lada hitam didalam tanah itoe, maka djanganlah siapa-siapa meboeat haroe biroe diatas orang tjina jang memboeat ladang didalam tanah ini, dan barang siapa memboeat haroe biroe diatas segala orang tjina ini nistjaja kita hoekoem dengan sepenoeh-penoeh hoekoeman adanja…”
Keseluruhan ini Perhimpunan Palakat ini diakhiri dengan sebuah surat pemberitahuan tentang petaruran perniagaan sagu di daerah Teluk (Teloek) yang telah disepakati oleh Yamtuan Muda Riau dan Resident Riouw pada 4 Ramadan 1313 Hijriah bersamaan dengan 18 Februari 1896 Miladiah. Salinan palakat terakhir ini adalah sebegai berikut:
“Bahwa kita sri padoeka jang dipertoean Moeda Riau dan Lingga serta daerah taaloeknja sekalian. Memberi tahoe: kepada segala mereka jang ada mempoenjai perniagaan sagoe didalam soengai Teloek sesoenggoehnja telah kita idzinkan membawak keloear sagoe-sagoenja dengan menoeroet aturan negeri. Sjahdan kemoedian darpada ini, barang siapa jang hendak masoek berniaga didalam soengai jang terseboet itoe hendaklah terlebih dahoeloe ia mengambil soerat idzin berniaga daripada keradjaan jang kita tentoekan didalam Lingga seoerang pegawai jang mengeloearkan soerat itu dengan tiada bajaran apa, soepaja kemoedian harinja djangan timboel perbatanhan anatara segala jang berniaga dengan raajat raajat kita jang ampoenja sagoe adanja.”
Perhimpunan Palakat adalah salah satu contoh bahan sumber primer untuk kajian-kajian aspek hukum dan pemerintahan kerajaan Riau-Lingga dalam lingkaran sebuah pemerintahan kolonial. Salinan dokumen-dokumen dalam Perhimpunan Palakat mampu memperlihatkan kedudukan dan legalitas Kerajaan Rau-Lingga dari sisi hukum, baik ‘hukum adat’ maupun ‘hukum kolonial’.
Kerena itulah, bukan tanpa alasan bila Perhimpinan Palakat dicantumkan dalam Adatrechtbundels, sebuah jurnal ilmiah hukum adat, yang terkenal dan menjadi rujukan penting para hakim, pakar hukum adat, dan mahasiswa Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia pada masa lalu.***