
Menyimak Karya Dua Pengarang dari Pulau Penyengat
EMPAT belas tahun sebelum kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini dari tanah Jawa dibukukan menjadi Door Duisternis Tot Licht (1911) dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922), Umar bin Hasan Riau atau Raja Umar bin Raja Haji Hasan bin Raja Ali Haji dari Pulau Penyengat telah merampungkan sebuah risalah yang diberi judul Ibu Di Dalam Rumahnya.
Selanjutnya, 17 tahun setelah risalah Ibu Di Dalam Rumahnya, sebuah kitab diusahakan pula Badariyah Muhamad Thahir atau Raja Badariyah binti Raja Haji Muhhamad Thahir bin Raja Haji Abdullah Yang Dipertuan Muda Riau IX dari Pulau Penyengat, yang berjudul Adab Sopan Orang Muda Perawan, diterbitkan pula di Singapura.
Sama seperti buku kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini dari tanah Jawa, risalah karya Umar bin Hasan Riau dan kitab karya Badariyah Muhamad Thahir dari Pulau Penyengat itu juga membicarakan persoalan memartabatkan kaum perempuan: lebih khusus lagi, mereka menuliskan pkiran-pikiran tentang memartabatkan perempuan Melayu yang mustahak dilakukan demi-meminjam ungkapan Badariyah Muhamad Thahir dalam kitabnya itu- āā¦anak-anak bangsaku yang dikasihi, dan tanah airku yang disayangiā¦ā.
Demikianlah pentingnya kedudukan kaum perempuan di Alam Melayu. Sehingga harus dilakukan usaha-usaha memartabatkannya dan memelihara adabnya. Karena mereka, kaum perempuan itu, kelak akan menjadi ibu yang mengasuh anak-anaknya (baik yang laki-laki maupun yang perempuan). Anak-anak yang mereka asuh itu adalah generasi penerus, yang sangat menentukan masa depan suatu bangsa dan suatu tanah air. Dalam kapasitasnya sebagai āpendidik dan penjaga generasi penerusā sebuah bangsa dan tanah air ini, posisi kaum perempuan sangat penting. Oleh karena itulah, di Alam Melayu, memartabatkan dan memikirkan masa depan kaum perempuan tidak hanya menjadi tugas dan perjuangan kaum perempuan semata, tapi juga menjadi perhatian serius kaum laki-laki.
Dalam risalahnya, Umar bin Hasa Riau antara lain menjelaskan arti penting perempuan dalam hubungannya dengan eksistensi sebuah bangsa (manusia) dan negeri (watan) tempat mereka bermastautin: āBahwa sesungguhnya yang terlebih dicita2 barang yang wajib di atas segala anak2 perempuan ialah mengetahui akan pekerjaan memelihara kanak2 [perempuan], kerana adalah sekalian anak2 perempuan itu kelak jadi ibu yang menilik akan yang demikian itu. Ialah yang semulia2 chadamat berdiri mereka itu dengan dia. Karana watan dan manusia, karana itu pula wajib atas ibu mengajar anaknya2 dengan perkataan dan kelakuannya.ā
***
Sebelum menjelaskan secara ringkas kandungan isi dua kepustakaan tentang memartabatkan perempuan karya dua penulis Riau-Lingga pada awal abad yang lalu ini, terlebih dahulu akan dipaparkan serba sedikit biografi penulisnya dan aspek bibliografis karya yang mereka.
Seperti telah dikemukan sebelumnya, Umar bin Hasan Adalah cucu Raja Ali Haji, pengarang Gurindam 12 yang terkenal itu. Seperti datuknya, ayahnya, Raja Hasan, juga seorang pengarang. Begitu juga dengan saudaranya yang bernama Raja Haji Haji Abdullah atau Abu Muhammad Adnan.
Semasa hidupnya, Umar bin Hasan adalah mudir atau direktur pertama Mathbaāah al-Ahmadiah (kelak berubah menjadi Al-Ahmadiah Press), sebuah percetakan terkenal milik kelaurga diraja Riau-Lingga di Singapura. Atas usaha beliaulah karya-karya pengarang Riau-Liangga yang belum sempat diterbitkan di Pulau Penyengat setelah pemakzulan Sultan Kerejaan Riau-Lingga, Abdulrahman Muazamsyah (1911) dan perubahan status Kerajaan Riau-Lingga menjadi menjai daerah yang diperintah langsung oleh Belanda (1913), diterbitkan di Singapura: terutama karya-karya Raja Ali Haji dan saudaranya.
Umar bin Hasan menghasilkan beberapa karya. Salah satunya adalah sebuah risalah tipis yang diberi judul Ibu Di Dalam Rumahnya. Pada tahun 1926, risalah tentang perempuan ini dicetak dan diterbitkan oleh Mathabaaāah al-Ahmadiah yang dpimpinnya.
Jabatan sebagai mudir percetakan dan penerbit Mathabaaāah al-Ahmadiah disandang Umar bin Hasan hingga beliau wafat pada 2 Sepetember 1928. Jenazahnya dimakam di Pekuburan Qasim Keling, Batu Enam, Sigelap, Singapura: bersebelahan dengan makam Badariyah Muhamad Thahir yang menulis kitab Adab Sopan Orang Muda Perawan.
Adapun Badariyah Muhamad Thahir adalah putri Raja Muhammad Thahir, seorang pengarang dan sekaligus pembesar Kerajaan Riau-Lingga di Pulau Penyengat pada fase-fase akhir Kerajaan Riau-Lingga. Sebagai salah seorang pembesar kerajaan Riau-Lingga, jabatan ayahnya adalah Ketua Mahkamah Besar Kerajaaan Riau-Lingga dan anggota Ahli al-Musyawarah Kerajan Riau Lingga di Pulau Penyengat. Nama ayahnya itulah yang dilekatkannya di belakang namanya.
Badariyah Muhamad Thahir adalah seorang yang āalimah dan salah satu tokoh perempuan yang penting pada fase akhir kerajaan Riau-Lingga di Pulau Penyengat. Buah karyanya tentang perempuan yang merupakan terjemahan kreatif atas kitab Adab al-Fata karya pengarang Mesir, Ali Afandi Fikri, yang diberinya sub-judul Adab Sopan Orang Muda Perawan diterbitkan oleh Mathabaaāah al-Ahmadiah pada tahun 1925.
Badariyah Muhammad Thahir wafat di Singapura pada 12 September 1928, hari Arbaāa, siang. Jenazahnya dimakamkan di Pekuburan Qasim Keling, Batu Enam, Sigelap, Singapura.
Risalah Ibu di Dalam Rumahnya
Saripati risalah yang dinamakan Ibu di dalam Rumahnya sebagaimana dinyatakan pengarangnya, dicantumkan pada sampulnya sebagai berikut: Terkandung di Dalamnya Kaifiyat Memelihara Badan dan Memelihara āAkal Atau Adab Yang Seyogianya Dilakukan Oleh Ibu2 Bagi Dirinya dan Atas Anak2 Didikannya.
Dengan kata lain, risalah setebal 46 muka surat yang selesai ditulis di pulau Penyengat pada tahun 1908 ini menjelaskan pentingnya keduduan dan martabat kaum perempuan, calon ibu, yang kelak menjaga anak-anaknya (laki-laki dan perempuan). Karena di tangan merekalah terletak masa depan bangsa (manusia), dan tanah airnya (watan) yang kelak akan diwariskan pula kepada anak-anak yang dilahirkan dan didiknya di dalam rumah tangga.
Dalam risalah ini Umar bin Hasan menjelaskan bagaimana tugas mulia seorang perempuan yang bergelar ibu dalam mendidik dan membentuk adab dan akal anaknya sejak masih dalam kandungan hingga menjelang baligh (dewasa) āā¦. Hingga, jadilah ia anak baik2. Memberi pergunaan bagi dirinya dan bagi mechadamatkan [menghambakan diri kepada] watannya dan alhlinya [negari dan bangsanya]. Dan inilah pemeliharaan yang pertama yang hendak dibiasakan akan kanak2 atasnya. Dan inilah yang memberi banyak pergunaan pada ketika besarnyaā¦ā
Adab Sopan Orang2 Muda Perawan
Melalui Adab Sopan Orang2 Muda Perawan yang merupakan terjemahan kreatif atas kitab Abad al-Fata (āAdab Pergaulanā) karya Ali Afandi Fikri dari Mesir, Badariyah Muhammad Thahir sesungguhnya ingin menyelamatkan masa depan perempuan-perempuan Melayu dan negrinya, pada zamannya. Karena, Badariyah tidak sekedar menerjemahkan, tapi juga mengubah suai dan menukuk-tambah menurut adat resam bangsa (Melayu) dan negeri tumpah darahnya.
Beliau menempakan posisi pelajaran adab sebagai suatu yang ālebih dari daripada mengajar ilmu pengetahuanā. Bagi Badariyah, penguasaan dan pemahaman seorang anak manusia terhadap ilmu pengetahuan yang tanpa diiringi dengan pengetahuan dan pemahaman tentang adab dan pekerti, terlebih bagi kaum perempuan bangsanya, akan dapat menjerumuskan mereka. Kait-kelindan antara ilmu pengetahuan dan adab itu dilukiskannya sebagai berikut:
āā¦ilmu pengetahuan dengan tiada beserta perangai kepujian itu, tiadalah boleh diharap mendapat kejayaan didalam tubuh perhimpunan maknusia. Ini kerana selalu kedapatan orang yang berilmu, yang tiada baginya adab perangai yang baik, terkadang dengan ilmu yang semata-mata itulah menolong ia berbuat kejahatanā.
Pemikiran ini, sejalan dengan takrif adab dan kait-kelindannya dengan prilaku manusia yang diterjemahkannya sebagai berikut: āBahwasanya berperangai dengan perangai yang mulia dan elok [bagi kaum perempuan]. Melakukan pada segala perkataan dan segala perbuatan, dinamakanlah adab dan budi. Dan Orang bersifat dengan perangai yang demikian ini dinamakan maknusia yang beradab, dan jikalau tidak bersifat ia dengan yang demikian ini, dinamakan orang yang kurang adab dan kasar thabiāat lagi liarā¦ā
Bedasarkan gagasan-gasan etika yang sangat filosofis itu, Badariah menerjemahkan Adab al-Fatah yang di dalamnya terkandung berbagai panduan, petunjuk, dan pedoman untuk memperbaiki dan mengarahkan perangai anak-anak perempuan, āā¦dan melatih akan dia dengan menunjukkan punca pengetahuan daripada barang yang memberi faedah baginya,ā
Menurut Badariah, pada kodratnya seorang perempuan kelak akan menjadi suri rumah. Ia akan menjadi ibu kepala āmadrasahā, atau sekolah kedua bagi semua anak manusia yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dalam kehidupan sebuah keluarga.
Badariyah menempatkan posisi seorang perempuan āā¦seperti batu yang pertama diletakkan di kaki tembok [pondasi atau batu sendi] segala keluarganya dan sesamanyaā. Ia menempatkan posisi perempuan pada tempat yang vital. Adab dan perangai seorang anak perempuan tidak hanya menentukan masa depan pribadinya, tapi juga masa depan bangsa dan tanah airnya.
Kandungan isi Adab Sopan Orang2 Muda Perawan diawali dengan sebuah pendahuluan yang secara panjang lebar menjelaskan barang yang wajib diajarkan bagi anak-anak perempuan.
Selepas itu, diikuti pula dengan penjelasan tentang berbagai elemen yang membangun adab dan perkerti, seperti: aturan-aturan tertentu dalam hidup bermasyarakat, tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari, arti penting menjaga kebersihan dan fungsi anggota tubuh bagi perempuan, menjaga sikap, penampilan, sehinggalah kepada kebiasaan sehari-hari seperti, tidur, menata rambut, cara berjalan, cara duduk yang beradab bagi perempuan, dan lain sebagainya.
Menurut Badariyah, di dalam pelajaran adab dan pengajaran perangai itulah terkandung tuah dan manfaat yang besar bagi hidup manusia. āā¦Maka [dalam] pengajaran perangai itu atasnyalah [terdapat] ketuahan dan manfaat yang besar⦠[bagi hidup manusia]ā.***