
Koleksi von de Wall di Jakarta dan Koleksi van Ophuijsen di Leiden
Dalam korpus karya sastra Melayu abad 19, maka salah satu genre puisi lama berjudul Gurindam Dua Belas gubahan Raja Ali Haji (1809-1873) adalah sebuah masterpiece, dan sekaligus salah satu karya sastra klasik Melayu par-excellence.
Keluasan dan kedalaman kandungan isinya yang universal, telah menjadikan Gurindam Dua Belas aktual sepanjang zaman. Kemampuannya menembus ke dalam setiap “semangat zaman” membuatnya paling dikenal, dan mampu bertahan melintasi ruang dan waktu. Walaupun lorong ruang dan waktu yang dilaluinya telah mencecah 174 tahun sejak selesai digubah oleh Raja Ali Haji.
Gurindam Dua Belas, adalah satu-satunya genre “sastra import” yang telah diubah suai menjadi gurindam cara Melayu, yang pernah dihasilkan sepanjang perjalanan sejarah tradisi tulis dan sastra Melayu di Kerajaaan Riau-Lingga sejak awal kurun ke-19 hingga dekade pertama kurun ke-20.
***
Raja Ali Haji berusia tiga puluh tujuh tahun ketika ia menyelesaikan manuskrip Gurindam Dua Belas pada 1846. Delapan tahun kemudian (tahun 1854), gurindam cara Melayu itu dipublikasikan di Batavia (Jakarta) oleh Elisa Netscher, seorang Belanda yang kemudian menjabat Resident Riouw di Tanjungpinang pada 1861 hingga 1870.
Netscher, yang dikenal fasih menguasai bahasa Melayu dan punya minat yang besar terhadap sejarah dan budaya Melayu, adalah orang yang besar jasanya dalam memperkenalkan Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji kepada khalayak yang lebih luas. Beliaulah yang pertamakali menerjemahkan gurindam cara Melayu itu ke dalam bahasa asing (dalam hal ini, Bahasa Belanda) dengan diberi judul, De Twaalf Spreukgedichten.
Teks terjemahan dalam bahasa Belanda tersebut disandingkannya dengan teks dalam bahasa Melayu menggunakan huruf jawi tau Arab Melayu, dan dipublikasikan dalam Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-en Volkenkunde jilid II, yang diterbitkan oleh Bataviaasch genootschap van Kunsten en Wetenschappen di Batavia, tahun 1854.
Judul lengkap hasil terjemahan Netscher itu adalah, De Twaalf Spreukgedichten Een Maleische gedicht door Radja Ali Hadji van Riouw, uitgegeven en van de vertalingen aanteekeningen voorzien (Gurindam Dua Belas sebuah syair Melayu oleh Raja Ali Haji dikeluarkan dan diterjemahkan serta diberi catatan). Dalam catatan pengantarnya, Netscher memuji dan menilai keindahan cita-rasa dan ungkapan-ungkapan bernas dalam Gurindam Dua Belas, dengan kadar penilaian yang tinggi. Ia bahkan menyebut Raja Ali Haji sebagai, “sastrawan yang sangat terkenal di kalangan bangsanya” ketika itu.
Teks Gurindam Dua Belas edisi huruf jawi oleh Elisa Netscher inilah yang kemudian dialih-aksarakan, dan ditelaah untuk pertamakalinya Shaleh Saidi. Kemudian diterbitkan pula dengan judul, Gurindam Duabelas (Dibitjarakan dan ditranskripsikan kedalam huruf latin) oleh Direktorat bahasa dan Kesusastraan Direktorat Djenderal Kebudajaan Departemen Pendidikan dan Kebudajaan Tjabang Singaradja tahun 1969.
Teks edisi yang diusahakan Shaleh Saidi telah memperkenalkan Gurindam Dua Belas ke ranah sastra modern Indonesia, hingga sampai kepada kepada khalayak yang lebih luas di ruang-ruang sekolah melalui buku dan tulisan-tulisan Sutan Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Sabaruddin Ahmad, Zuber Usman, Abdul Hadi WM, dan lain sebagainya.
Dua Manuskrip Gurindam Dua Belas
Sesunguhnya, awal mula perjalanan panjang Guridam Dua Belas dalam menembus ruang dan waktu tersebut diawali oleh manuskrip awal gurindam cara Melayu karya Raja Ali Haji, yang hingga kini belum diketahui dimana tersuruknya.
Namun, satu hal yang pasti, sampai saat ini, di seluruh dunia hanya diketahui ada dua salinan manuskrip Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Oleh karena itu dapatlah dikategorikan sebagai sebuah manuskrip Melayu yang langka, dan boleh dihitung dengan jari orang yang telah melihatnya secara lansung.
Tak satupun dari salinan manuskrip itu berada di tempat asalnya di pulau Penyengat. Satu salinan manuskrip berada di Jakarta, dan yang lainnya tersimpan nun jaun di Kota Leiden, Negeri Belanda.
Salinan manuskrip Gurindam Dua Belas yang berada di Jakarta berjudul, Inilah Gurindam Dua Belas Namanya. Manuskrip ini dicatat sebagai bagian dari koleksi besar manuskrip Melayu milik, Hermann Theodor Friederich Karl Emil Wilhem August Casimir vo de Wall di Tanjungpinang, yang kemudian disimpan di perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen di Batavia (Jakarta), dan kini menjadi bagian dari koleksi Manuskrip milik Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS) di Jakarta, dengan nomor katalogus W 233.
Manuskrip Gurindam Du Belas koleksi von de Wall ini ditulis pada kertas Eropa ukuran folio 32,7 x 21,5 cm. Tujuh halaman manuskrip ini selesai digubah di Pulau Penyengat pada 23 Rajab 1263 Hijriah bersamaan dengan 5 Juli 1847 Miladiah.
Kondisi manuskrip yang dijilid dan diberi kulit karton tebal ini sangat mengkhawatirkan. Mutu kertas yang kurang baik, rapuh, preservasi yang tak sempurna, membuat warna kertasnya menjadi kecoklatan. Selain itu, tinta hitam yang digunakan untuk menulis manuskrip ini mengandungi senyawa besi (iron gall) yang yinggi kadarnya, sehingga menyebabkan banyak bagian tulisan dan kertas yang rusak dan tak terbaca lagi. Padahal, khat manuskrip ini sangat indah.
Adapun manuskrip Gurindam Dua Belas yang kedua, yang berada di Kota Leiden, adalah bagian dari dari sebuah kitab kumpulan beberapa buah salinan manuskrip Melayu. Ph. S. van Ronkel dalam Suplement-Katalogus Maleische en Minangkabausche Handschriften in de Leidsche Universiteit-Bibliotheek (Suplemen Katalogus Manuskrip Melayu dan Minangkabau Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, 1921), menyebut judul kumpulan manuskrip Melayu ini adalah, Minangkabausche Varia (Aneka Manuskrip Minangkabau). Didalamnya, Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji dimuat pada halaman folio 4rekso hingga folio 3verso.
Dalam volume pertama katalogus mutakhir koleksi manuskrip-manuskrip Melayu di Negeri Belanda yang disusun oleh alrmarhum Prof. Dr.Teuku Iskandar, Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscripts in The Netherlands (1999), kitab kumpulan manuskrip Melayu milik Perpustakaan Universitas Leiden itu dicantumkan sebagai bagian dari koleksi van Ophuijsen atau Charles Adrian van Ophuijsen.
Koleksi van Ophuijsen ini kondisinya masih sangat baik dan tulisannya, menggunakan tinta hitam, masih sangat jelas terbaca. Namun demikian manuskrip Gurindam Dua belas koleksi van Ophuijsen ini belum banyak diketahui jika dibandingan dengan manuskrip yang ada dalam koleksi von de Wall, di Jakarta. Manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi van Ophuijsen disalin pada buku folio bergaris dengan ukuran 34 x 21 cm.
Siapa van Ophuijsen dan apa hubungannyya dengan manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi Perpustakaan Universitas Leiden? Mengapa salah satu salinan manuskrip Gurindam Dua Belas dapat berada dalam sebuah kitab kumpulan salinan manuskrip Melayu miliknya?
Van Ophuijsen adalah salah seorang petinggi urusan pendidikan di Sumatra dan sekaligus pengawas pada Kweeksschool (Sekolah Guru, atau Sekolah Rajo menurut lidah orang Melayu) di Fort de Kock (Bukittinggi) pada paruh terakhir abad ke-19.
Dengan dibantu oleh dua orang guru Kweekschool, ia menyusun dan mencipta sistim ejaan dalam tata-bahasa Melayu dengan kaidah bahasa Belanda dan Melayu, untuk dipakai di sekolah-sekolah. Sistem ejaan dan tata-bahasa tersebut resmi dipergunakan di Hindia Belanda tahun 1901. Dalam sejarah bahasa Indoenesia tata tata-bahasa dan sistim ejaan bahasa Melayu itu dikenal sebagai ejaan van Ophuijsen, yang dipergunakan sejak 1901 hingga 1947..
Untuk keperluan penyusunan sistim ejaan itu, van Ophuijsen bersama dua orang guru senior Kweekschool asal Kota Gadang (Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sutan Ibrahim) jauh-jauh dari Bukitting datang ke Pulau Penyengat sekitar tahun 1896, untuk mengumpulkan bahan-bahan tentang bahasa dn tata bahasa Melayu di Kepulauan Riau-Lingga.
Selama di Pulau Penyengat, van Ophuijsen dan asistennya banyak menyauk informasi dari ‘munsyi’ bahasa Melayu Riau ketika itu, seperti, Raja Ali Kelana, Raja Hitam bin Akhir, dan Raja Haji Sulaiman atau Raja Muhammad bin Raja Ali Haji. Kisah kedatangan van Ophuijsen “mencari pengertian bahasa” Melayu ini, diabadikan pula oleh Raja Haji Sulaiman dalam Syair van Ophuijsen, yang juga dimuat dalam kitab kumpulan salinan manuskrip milik van Ophuijsen, dimana sebuah salinan manuskrip Gurindam Dua Belas juga ada di dalam .
Selama berada di Pulau Penyengat, bukan tak mungkin van Ophuijsen menyalin dan memperoleh sejumlah manuskrip Melayu, termasuk Gurindam Dua Belas, yang salinannya ada dalam koleksinya, yang kini disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Namun demikian, ada pula cerita lain yang menyebutkan bahwa, salah seorang anak Raja Ali Haji dengan Daeng Cahaya, yang bernama Daeng Menambun, juga ada membawa beberapa manuskrip Melayu dari Pulau Penyengat ketika ia menjadi menuntut ilmu pada Kweekschool (Sekolah Guru) di Fort de Kock, tempat van Ophuijsen bertugas. Bisa jadi juga, van Ophuijsen mendapatkannya dari Daeng Menambun?
“Dua versi Gurindam Dua Belas”
Secara tekstual, bagian-bagian manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi von de Wall yang masih dapat dibaca, identik dengan teks edisi yang diterbitkan oleh Elisa Netscher tahun 1854. Karena itu, sudah barang tentu, identik pula dengan teks Gurindam Dua Belas yang dikenal luas pada masa kini.
Sebaliknya, terdapat banyak pebedaan yang mustahak pada beberapa pasal dalam manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi van Ophuijsen jika diperbandingkan dengan manuksrip koleksi von de Wall, dan teks edisi yang diterbitkan oleh Eliza Netscher tahun 1854.
Kedua versi manuskrip ini esensinya sama, dan sama-sama mencantumkan Raja Ali Haji sebagai penulisnya. Sumbernya juga sama, yakni manuskrip yang selesai digubah pada 23 Rajab 1263 Hijriah bersamaan dengan 5 Juli 1847 Miladiah.
Hanya saja, perbedaan manuskrip koleksi van Ophuijsen itu sangat jelas dan menyolok sekali jika dibandingkan manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi von de Wall dan teks edis yang dikenal luas. Terutama pada larik-larik kalimat dalamGgurindam Pasal Enam, Pasal Tujuh, Pasal Delapan, dan pada Pasal Dua Belas.
Berikut ini adalah contoh isi Pasal Enam Gurindam Dua Belas manuskrip van Ophuijsen yang judul pasalnya ditulis “Gurindam Pasal Yang 6” dan bukan “Ini Gurindam Pasal Yang Keenam” seperti dalam manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi von de Wall. Larik-larik kalimat pada tiap-tiap baitnya sangat berbeda. Sajak pertamanya lebih ringkas jika dibandingkan dengan bait-bait pasal yang sama dalam manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi von de Wall dan teks edi yang telah dikenal luas.
Berikut ini adalah contoh bagian yang sangat berbeda dalam manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi van Ophijsen:
Pasal Gurindam Yang 6
Cari sahabat
Yang boleh dijadikan obat
Cari guru
Yang boleh tahukan tipu seteru
Cari istri
Yang boleh ia menyerahkan diri
Cari kawan
Pilih yang setiawan
Cari ‘Abdi
Yang ada sedikit Budi
Coba bandingkan dengan pasal yang sama, dalam teks yang telah dikenal luas, dan bersumber dari manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi von de Wall:
Ini Gurindan Pasa Yang Keenam
Cahari olehmu akan sahabat
Yang boleh dijadikan obat
Cahari olehmu akan guru
Yang boleh tahukan tiap seteru
Cahari olehmu akan isteri
Yang boleh menyerahkan diri
Cahari olehmu akan kawan
Pilih segala orang yang setiawan
Cahari olehmu akan abdi
Yang ada baik sedikit budi
Mengapa terdapat perbedaan yang menyolok dalam hal penggunaan kosa kata, sajak, dan kalimat pada larik-larik dalam manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi von de Wall di Jakarta dengan Manuskrip koleksi van Ophuijsen yang kini berada dalam simpanan Perpustakaan Univesitas Leiden?
Mengapa beberapa bait yang terdapat dalam manuskrip koleksi von de Wall dan teks edisi oleh Elisa Nescher; seperti bait, Apabila anak tidak dilatih / Jika besar bapanya letih pada pasal ketujuh, dan bait Hormat akan orang pandai / Tanda mengenal kasa dan cindai pada pasal dua belas, tidak ditemukan dalam manuskrip Gurindam Dua Belas koleksi van Ophuijsen yang berada dalam simpanan Perpustakaan Universitas Leiden?
Menga ada dua versi Gurindam Dua Belas? Tulisan hanya mendedahkan sebuah temuan. Selanjutnya, para filologlah yang layak menjawab persoalan ini.***