
Karya Muhamad Apan
Inilah hasil penyelidikan imiah pertama tentang perkembangan adat dan tahap-tahap struktur sosial-politik masyarakat Kepulauan Riau dari sudut pandang anak watan Kepulauan Riau-Lingga pada zaman Belanda.
***
Bila tak membaca langsung naskahnya, maka sepintas kilas terkesan Berita District Van Bintan ditulis dalam bahasa Belanda. Meskipun di dalamnya terdapat cukup banyak istilah-istilah hukum dan pemerintahan dalam bahasa Belanda, seluruh isi naskah yang diketik ini menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) ejaan lama.

Penulisnya juga seorang anak Melayu, anak watan Kepulauan Riau dari Pulau Penyengat. Dalam naskah asli Berita District VanBintan, tertera nama penulisnya adalah Muhamad Apan, seorang G.a.i.b. (pegawai pemerintah Belanda pemegang kuasa pemerintahan pribumi) yang bertugas di Kantoor Residentie van Riouw di Tanjungpinang tahun 1930-an. Sebagai seorang ambtenaar, ia juga pernah bertugas di Kantoor Assistent Resident van Riouw di Rengat.
Muhamad Apan berasal dari sebuah keluarga yang turun-temurun menjabat Syahbandar Riau di pulau Penyengat. Susur galurnya berkait kelindan dengan Syabandar Abdullah yang terkenal pada masa Yamtuan Muda Riau Raja Jakfar, dan sudah barang tentu punya hubungan susur galur dengan Haji Ibrahim, Datuk Syabandar Riau yang bergelar Datuk Orang Kaya Muda Riau.
Moyangnya, Haji Ibrahim, adalah salah seorang cendekia dari Pulau Penyengat yang cukup prolific dengan karya-karya seperti Tjakap-Tjakap Rampai-Rapai Bahasa Melajoe Djohor, Perhimpunan Pantun Melayu, Hikayat Raja Damsyik, Syair Raja Dmasyik. Haji Ibrahim ini adalah sahabat Raja Ali Haji, yang namanya banyak disebut oleh Raja Ali Haji dalam surat-surat kepada Hermaan Von de Wall.
Dalam sebuah silsilah Datuk Syahbandar Riau di Pulau Penyengat, jelas digambarkan hubungan susur galur antara Muhamad Apan dan Haji Ibrahim. Ayahnya adalah Encik Mohd Cik ibni Datuk Syahbandar Encil Ismail ibni Datuk Syahbandar Encik Ibrahim. Oleh Karena itu, secara adat nama dan gelar lengkap adalah Encik Muhamad Apan.
Muhamad Apan juga salah satu tokoh penting dalam sejarah modern Kepulauan Riau pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ia terlibat penuh dalam usaha-usaha membela proklamasi dan melepaskan daerah Kepulauan Riau dari Belanda. Beliau adalah Voorzitter (Ketua) Riouw Raad Sementara (Dewan Riouw Sementara ) yang kemudian dipilh menjadi Bupati Kabupaten Kepulauan yang pertama di Tanjungpinang (1948-1950).
***
Berita District Van Bintan tidaklah berisikan berita atau kabar-berita dalam pengertian an sich. Karena ianya adalah sebuah laporan penelitian, atau penyelidikan, sebagaimana istilah yang digunakan Muhamad Apan. Naskah laporan penelitian yang diketik ini diselesaikan pada tahun 1934, ketika Muhammad Apan menjabat sebagai G.a.i.b. di Keresidenan Riouw di Tanjungpinang.
Pada paragraf awal bagian Pendahuluan Berita Distrct Van Bintan, Muhamad Apan menjelaskan tujuan penelitian yang dilakukannya adalah untuk menjelaskan perihal adat dan struktur sosial-politik di District Bintan sejak zaman Bumi Putera Asli dan zaman setelah kedatangan Bumi Putra Tidak Alsi. Tercakup juga di dalamnya aspek-apek ‘historis’, ‘sosiologis’, ‘hukum’, dan ‘antrpologis’.
District Bintan yang menjadi cakupan wilayah penelitiannya itu meliputi: Seluruh wilayah Pulau Bintan, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Karas, Pulau Abang, Pulau Mantang, Pulau Kelong, Pulau Mapar (Mepar), dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah laporan penelitian pada zamannya (awal tahun 1930-an), hasil kerja Muhamad Apan adalah sebuah pencapaian ‘ilmiah’ yang cukup maju untuk ukuran zaman itu. Agar objectief, data dan fakta dikumpulkannya menggunakan kaidah atau “metode”, seperti ditegaskannya pada bagian pedahahuluan Berita District van Bintan: “…Berita itu hendaklah berisi dengan keadaan yang sebenarnya ada (objectief) dan terjauh hendaknya dari pada angan-angan kosong (fantatie)…”
Selama proses penyelidikan untuk laporan ini, Muhamad Apan benyak memanfaat bahan sumber sejarah Melayu (geschiedenish) seperti,Hikayat Hangtuah, manuskripSejarah Raja-Raja Bugis; arsip-arsip dan surat-surat perjanjian antara kerajaan Riau-Lingga dan Belada yang disebutnya Firman-Firman. Selain itu, ia juga memanfaatkan legenda-legenda (cerita pusaka) yang diwarisi masyarakat ketika itu. Bahkan ia juga menerapkan semacam ‘penelitian lisan’ dengan mewawancai 24 orang narasumber yang terukur.
Dalam mengumpulan informasi lisan tersebut, Muhammad Apan tidak Hanya mewawancarai kaum ‘elit diraja’ yang masih ada di Pulau Penyengat ketika it; seperti Raja Haji Ahmad di Penyengat, Raja Haji Sulaiman Imam Masdij Penyengat, Encik Tahir mantan Datuk Balai di Penyengat, atau Said Muhammad Syekh (bekas Penghulu Semberap Pawai Raja) saja. Ia juga menyauk informasi lisan dari tetua orang pesuku dan orang laut seperti, Kundang Batin di Perih, Munsa Juru di Pelangka, Tjabuk Hakim di Pulau Mantang, Uyub Batin di Kelong, Busu Batin Teluk Bakau, Dagang Batin di Pulau Karas, dan Ogek Batin di Pulau Mantang.
Memandangkan kandungan isinya, Hasan Junus dalam sebuah katalogus tentang Naskah dan Buku-Buku Lama Riau-Lingga (1998- tidak diterbit), memperkirakan bahwa Berita District Van Bintan ditulis “untuk kepentingan promosi kenaikan pangkat penulisnya”.
***
Muhammad Apan memilah kandungan isi Berita District Van Bintan menjadi beberapa bagian. Pertama, Pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang pemikiran Penyelidikan. Pada bagian ini dijelaskan metode dan bahan yang digunakan. Kedua,Pendapatan, yang berisikan komulatif hasil penyelidikan yang didapat dari bahan sumber yang diperdigunakannya.
Pada bagian Pendapatan, yang menjadi teras utama Berita District Van Bintan ini, Muhammad Apan menguarikandengan dengan panjang lebar perkembangan adat dan hukum-hukum adat serta aspek-aspek sisial-politik masyarakat Kepulauan Riau-Lingga sejak zaman Pra-Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang hingga masa-masa berakhirnya kerajaan itu pada tahun 1913.
Antara lain dijelaskan bagaimana bentuk pemerintahan masyarakat KepulauanRiau-Lingga sebelum kerajaan Johor bertapak di daerah ini. Bagaimana aturan hukum dan sistim pengadilannya (rechtspraak). Begitu juga dengan aturan adat pergaulan sehari-hari (gemeenschap), dan tentang adat memilih serta menjadi ketua diantara sesamanya.
Dijelaskan pula bagaimana adat dan hak perkawinan, hak dan hukum tanah, sistim mata pencaharian, serta sumber-sumber pendapatan para Juru dan Batin yang diatur dalam hukum adat sebelum hadirnya kerajaan Johor-Riau-Lingga-Pahang.
Tentang sistim pemerintahan (bestuur) pada masa akhir Kerajaan Riau-Lingga di Penyengat, Muhamad Apan menjelaskan sebegai berikuT: “…Pada achir periode ini, atas nama Yamtuan Muda, Tuan Hakimlah (Kepala Mahkamah Besar di Pulau Penyengat) sebagai Hoofdleider (Pemimpin Utama) dari Uitvoerende Orgaan (pejabat dalam pemerintah kerajaan)”.
Tuan Hakim ini (Raja Muhammad Thahir) sekaligus menjadi Hoofd der Centraal Bestuur (Kepala Pusat Pemerintahan) bagiPenghulu Semberap Pawai Raja, Datuk Indraguru, Panglima Kawal, Penghulu Bugis, Datuk Bandar(Syahbandar), dan wakil-wakil kerajaan yang bergelar Amir (seperti Amir Batam di Pulau Buluh, Amir Lingga di Dabo Singkep, dan Amir Mandah di Indragiri).
Sebagai sebuah laporan pelitian dengan kadar ‘ilmiah’ yang terukur, Berita District Van Bintan adalah bahan sumber yang kaya dan penting bagi siapa saja yang akan bertekun-tekun meneliti aspek hukum, adat, dan sistem pemerintahan tradisi dalam masyarakat Kepulauan Riau di masa lalu.***