
JEMALA, dengan segala kerendahan hati dan kekaguman yang tiada pernah berhenti, kali ini hendak merenungkan kepribadian manusia terpuji. Dengan kualitas dan karakter sempurnanya, sangat patutlah Baginda diundang khusus oleh Allah SWT dalam peristiwa Isra’-Mikraj yang membanggakan sanubari. Keistimewaan Baginda direkam dengan sangat menarik oleh Raja Ali Haji rahimahullah dalam Syair Sinar Gemala Mestika Alam, bait 14-16 (Haji dalam Malik & Junus, 2000), yang kemuliaannya itu telah menyerlah sebelum Baginda dilahirkan ke bumi.
Bulan yang kelima khabar yang tentu Nabi Allah Ismail datang begitu Berkhabar juga demikian itu Akan kelebihan nabi yang ratu Apabila sampai bulan yang keenam Nabi Allah Musa ‘alaihis salam Datang berkhabar di dalam manam Kelebihan nabi yang sayidil anam
Bait-bait syair di atas menggambarkan kedatangan para Nabi Allah menyampaikan kelebihan Nabi Muhammad SAW kepada ibunda Baginda yang sedang mengandungkan putra istimewa. Pengakuan para nabi Allah terdahulu itu menjadi bukti bahwa Rasulullah memang lebih istimewa daripada nabi-nabi sebelumnya. Bagindalah nabi sekaligus pemimpin bagi alam semesta.
Bulan ketujuh juga dikata Nabi Allah Daud datanglah serta Kepada Aminah memberi warta Kelebihan nabi alam semesta
Kabar yang termaktub dalam Syair Sinar Gemala Mestika Alam saling tak tumpah dengan petunjuk dari Allah. Kenyataan itu membuktikan bahwa maklumat yang disampaikan tiada sesiapa pun boleh membantah, kecuali mereka yang tak menaruh percaya kepada Allah.
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia dan cukuplah Allah menjadi saksi,” (Q.S. An-Nisaa’, 79).
Firman Allah di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi rasul bagi seluruh umat manusia. Sebaliknya, para nabi sebelum Baginda hanya diutus untuk kaumnya sahaja. Itulah salah satu rahmat kelebihan yang dianugerahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Siapakah yang tiada berasa kagum? Durjanya yang elok, pribadinya yang anggun, dan budinya yang halus lagi agung, dan karakternya yang tangguh, bahkan dijamin oleh Allah, membuat sesiapa pun yang bersandarkan pandangan pada akal yang sehat, pikiran yang objektif, dan nurani yang bening pasti tak pernah kuasa untuk menolaknya. Hanya orang-orang yang tak berani membuka mata hati sajalah yang tak pernah mampu merasakan kehangatan sekaligus kesejukan cahaya yang dipancarkannya.
Baginda tak pernah putus menjadi sumber inspirasi bagi para pujangga, pemikir, ilmuwan, dan sekaligus penulis semerata dunia. Mereka yang membahas karakter dan kualitas budi Rasulullah SAW dari kelas yang sekadar biasa-biasa saja sampai ke kelas yang paling puncak menara pemikir dunia.
“Dan, tak patutlah bagi laki-laki yang mukmin dan tak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada lagi bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan, barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata,” (Q.S. Al-Ahzaab, 36).
Atas dasar itu, jika kita pernah merasakan betapa laranya kehidupan di dunia ini—bahkan sekarang sedang kita alami karena, antara lain, wabah Covid-19 masih mendera, yang dapat menjadi punca sekaligus puncak pelbagai nestapa yang melanda—kita tinggal mengembalikannya kepada petunjuk Allah. Dalam hal ini, kita tinggal merenung, bukan menyesali nasib diri, bahwa pernahkah secara bersungguh-sungguh kita memperhatikan, memahami, menghayati, dan lebih-lebih mengamalkan pedoman Allah dan petunjuk Rasulullah dalam menyelesaikan urusan-urusan kita?
Suatu pertanyaan dalam renungan yang sebetulnya tak terlalu sulit untuk dijawab. Dengan meminjam ungkapan Raja Ali Haji, “ … amat nyata dengan dalil yang mudah dan dengan pendapatan akal yang singkat pun boleh sampai ….” (Haji dalam Malik (Ed.), 2013). Tinggal lagi terpulanglah kepada keyakinan setiap manusia, apa pun sumbernya keyakinan itu. Yang pasti, pedoman Tuhan sudah sangat jelas dan nyata, senyata-nyatanya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW ada pula menyebutkan perihal kenabian Baginda. Hadits tersebut menggunakan analogi yang sangat menarik untuk diperhatikan dan dihayati.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan aku dan nabi-nabi sebelumku serupa dengan seorang laki-laki yang membuat rumah. Bagus dan cantik sekali rumah yang dibuatnya. Namun, ada yang kurang, yakni sebuah batu di pinjung rumah itu. Orang-orang yang melihat rumah itu kagum akan keindahannya, tetapi mereka berkata, ‘Mengapakah batu yang satu itu kurang?’ Rasulullah SAW meneruskan sabda Baginda, “Akulah batu yang satu, yang kurang itu, dan aku adalah nabi yang terakhir,” (H.R. Bukhari).
Begitulah penjelasan tentang kenabian Baginda. Jelas pula bandingannya dengan para nabi yang lain, yakni nabi-nabi sebelum Baginda. Dengan demikian, mampu meyakini kelebihan Rasulullah SAW merupakan kualitas budi sekaligus iman yang seyogianya dimiliki oleh setiap manusia. Lalu, siapakah sesungguhnya Baginda bagi umat manusia sehingga pesonanya mengharum ke seluruh persada dunia?
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, melainkan dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (Q.S. Al-Ahzaab, 40).
Allah langsung yang menjelaskan jati diri Rasulullah SAW. Bagindalah penutup para nabi. Dengan perkataan lain, tiada nabi lagi sesudah Baginda. Kenyataan itu juga memberikan pemahaman bahwa kisah yang termaktub di dalam Syair Sinar Gemala Mestika Alam bersandar pada kebenaran yang hakiki sehingga sangat patut untuk dibaca, dipahami, dan diambil hikmah serta manfaatnya.
Rasulullah SAW tak lain tak bukan adalah penutup para nabi. Orang-orang yang memahami, meyakini, dan mengikuti syariat Baginda patutlah berasa bahagia karena memperoleh jaminan kebenaran dari Allah Taala. Bahkan, keyakinan yang diikuti amal dan atau perbuatan baik yang menjadi inti ajarannya membawa manusia kepada karakter mulia. Dengan rahmat Allah, keyakinan dan amalan itulah yang menjadi jaminan bahwa sesiapa sahaja yang memiliki dan melaksanakannya dapat mencium bau dan hidup bahagia di dalam surga Allah selama-lamanya.
Sesunggunnya, kualitas manusia diukur dari keunggulan karakter dan keimanannya dengan yang lain hanya sekadar penyerta. Keunggulan itu mestilah menyerlah dalam perhubungannya dengan Rasulullah yang tiada nabi lagi setelah Baginda.
Berdasarkan sumber yang tak bercanggah kesahihannya, selamat dan sejahteralah bagi sesiapa saja yang mengikuti ajaran dan memuliakan Nabi Sayidil Anam, Rasulullah SAW yang tiada lagi nabi setelah Baginda. Selamat memperingati dan memuliakan Isra’-Mikraj Nabi Muhammad SAW, Kamis, 27 Rajab 1442 H., 11 Maret 2021 dengan amal shalih dan penuh bahagia.***